Archives 2025

Geothermal: Solusi Hijau atau Masih Punya Risiko Tersembunyi?

geothermal

Di tengah tuntutan global akan energi bersih, energi panas bumi (geothermal) hadir sebagai salah satu solusi potensial untuk menjawab tantangan tersebut.

Namun, apakah beralih ke energi ini merupakan pilihan yang bijak atau justru menyimpan risiko? Yuk, kita bahas lebih dalam.

Apa Itu Energi Panas Bumi?

Energi panas bumi (geothermal energy) adalah sumber energi terbarukan yang berasal dari panas alami di dalam bumi.

Panas ini bersumber dari kombinasi panas sisa pembentukan bumi, aktivitas tektonik, serta peluruhan radioaktif mineral di mantel dan kerak bumi. Panas bumi dapat ditemukan dalam bentuk uap, air panas, atau batuan panas di bawah permukaan tanah.

Indonesia terletak di jalur Cincin Api Pasifik, itulah kenapa memiliki potensi panas bumi yang sangat besar. Kondisi geologis ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan cadangan energi panas bumi terbesar di dunia.

Keunggulan energi ini adalah pasokan yang stabil sepanjang tahun dan tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca. Tak hanya itu saja, emisi gas rumah kacanya sangat rendah dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil.

Baca Juga: Mengenal Bio LNG: Pengertian, Kelebihan, Manfaat, dan Cara Pembuatan

Bagaimana Potensi Geothermal di Indonesia?

Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang melimpah. Potensi ini tidak hanya menjadikan Indonesia pemain kunci di kancah global, tetapi juga memainkan peran vital dalam strategi energi nasional.

Cadangan Energi Panas Bumi Nasional

Indonesia menyandang status sebagai salah satu negara dengan cadangan energi panas bumi terbesar dunia. Menurut data Kementerian ESDM, estimasi potensi panas bumi mencapai  23,6 GW yang tersebar di 362 titik.

Hingga tahun 2024, Indonesia telah mengoperasikan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) dengan kapasitas terpasang sekitar 2,6 GW. Pencapaian ini menjadikan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia.

Peran Strategis dalam Supply Energi

Energi panas bumi memainkan peran vital dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.

Sebagai sumber energi terbarukan yang andal, energi geothermal mampu menyuplai listrik secara konsisten tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca, berbeda dengan tenaga surya atau angin.

Data dari Kementerian ESDM tahun 2024 menunjukkan bahwa pangsa energi panas bumi kini mencapai sekitar 5,3% dari total bauran energi nasional. Itu artinya geothermal punya kontribusi dalam memperkuat ketahanan energi dan mendukung jalannya transisi ke energi rendah karbon.

Baca Juga: Berkenalan dengan Apa Itu PLTS dan Prinsip Kerjanya

Apa Saja Tantangan dalam Implementasi Geothermal?

Meskipun potensi panas bumi begitu besar di Indonesia, tetap saja ada tantangan dalam pengembangannya mulai dari isu sosial, pendanaan, hingga penyesuaian teknologi.

Tantangan Teknis dan Lingkungan

Pengembangan geothermal sangat membutuhkan dana besar, terutama di tahap eksplorasi yang memiliki risiko tinggi.

Meski pemerintah dan lembaga internasional menyediakan fasilitas bantuan seperti blended finance dan pinjaman, ketidakpastian tarif dan proses perizinan yang panjang tetap menjadi hambatan besar.

Sementara itu, Indonesia belum memiliki teknologi turbin geothermal lokal sehingga masih bergantung pada impor. Hal ini juga yang membuat pelaksanaan proyek jadi makin mahal.

Banyak kawasan geothermal berada di zona konservasi yang sensitif. Akses dan pembangunan proyek sering menyebabkan kerusakan ekosistem. Ditambah lagi adanya potensi penolakan dari masyarakat yang membuat proyek menjadi terhambat.

Tantangan Distribusi Energi Geothermal

Sebagian besar potensi panas bumi Indonesia berada di daerah terpencil dengan medan berat dan minim infrastruktur, sehingga mobilisasi peralatan dan pembangunan fasilitas pendukung memerlukan biaya besar.

Ketimpangan jaringan listrik antar wilayah juga membatasi distribusi energi secara merata. Selain itu, dibutuhkan investasi besar untuk membangun jalur transmisi yang menghubungkan sumber geothermal ke pusat konsumsi.

Kombinasi faktor ini membuat distribusi energi panas bumi memerlukan strategi terpadu yang mencakup peningkatan akses, penguatan jaringan listrik, dan pendanaan infrastruktur.

Baca Juga: Mengenal HSE dan K3, Prosedur Keselamatan di Lingkungan Kerja

LNG sebagai Alternatif yang Lebih Siap dalam Transisi Energi

Ada beberapa faktor yang membuat LNG (Liquefied Natural Gas) dinilai sebagai opsi realististis dalam transisi menuju energi bersih.

Mengapa LNG Saat Ini Lebih Siap dari Geothermal?

LNG tampil lebih siap sebagai energi transisi karena infrastruktur globalnya sudah matang. Misalnya sudah tersedia fasilitas likuefaksi, armada kapal tanker LNG, serta terminal regasifikasi yang menjamin pasokan fleksibel dan responsif terhadap permintaan global.

Terbangunnya infrastruktur ini memungkinkan perdagangan dan distribusi skala besar melalui laut, lalu disalurkan ke konsumen melalui pipa atau truk.

Sebaliknya, pengembangan geothermal membutuhkan investasi besar dan waktu panjang karena tergantung lokasi geologis yang umumnya berada di daerah terpencil. Karena itu, infrastruktur pembangkit harus dibangun dari nol dengan tantangan teknis dan logistik yang kompleks.

LNG menawarkan fleksibilitas distribusi yang jauh lebih baik. Setelah dicairkan, LNG bisa diangkut ke terminal mana pun, lalu didistribusikan secara langsung. Sementara itu, listrik dari geothermal hanya memungkinkan disalurkan ke lokasi yang dekat sumber produksi.

Baca Juga: Mengapa Harus Beralih ke Energi Hijau? Ini Dampaknya Bagi Masa Depan Bumi

Peran LNG dalam Menjembatani Menuju Energi Bersih

LNG dianggap sebagai jembatan transisi menuju energi bersih karena mampu menghasilkan emisi karbon dioksida sekitar 50% lebih rendah dibandingkan batubara, serta hampir tidak melepaskan partikel pencemar udara.

Itu artinya LNG adalah alternatif terbaik dibanding bahan bakar fosil saat ini. Dengan memanfaatkan LNG memungkinkan pengurangan penggunaan batubara secara bertahap, sekaligus memberikan waktu untuk pengembangan penuh energi terbarukan seperti geothermal.

Referensi:

Nuklir untuk Energi: Jalan Menuju Kemajuan atau Penuh Risiko?

energi-nuklir

Energi nuklir punya potensi besar sebagai sumber energi alternatif yang bersih dan berkelanjutan. Akan tetapi, masih banyak tantangan dan ketakutan yang menjadi penghalang pelaksanaan proyek ini.

Lantas, apa saja risiko dari pemanfaatan energi ini? Yuk, temukan jawabannya di artikel ini.

Apa Itu Energi Nuklir?

Energi nuklir adalah energi yang tersimpan di dalam inti atom. Inti atom (proton dan neutron) menyimpan energi dalam jumlah besar yang dapat dilepaskan melalui dua proses utama:

  • Fisi: pemecahan inti atom berat
  • Fusi: penggabungan inti atom ringan

Saat ini, semua pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di dunia menggunakan reaksi fisi, sedangkan teknologi fusi masih dalam tahap penelitian dan pengembangan.

Energi nuklir menyumbang sekitar 9–10% dari total listrik global. Beberapa negara mengandalkan nuklir sebagai salah satu sumber energi utama mereka.

Contoh paling menonjol adalah Prancis, di mana sekitar 62% listriknya bersumber dari energi nuklir. Negara lain seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan Korea Selatan juga memiliki program nuklir besar dengan ratusan reaktor aktif untuk memenuhi kebutuhan energi nasional.

Baca Juga: Ini Faktanya! Kelebihan dari Energi Alternatif Dibanding Fosil

Bagaimana Energi Nuklir Menghasilkan Listrik?  

Mengubah energi nuklir menjadi listrik melibatkan proses yang kompleks, tetapi prinsip dasarnya adalah reaksi berantai yang terkendali di dalam reaktor nuklir.

Prinsip Dasar Reaksi Fisi Nuklir

Fisi nuklir adalah pemecahan inti atom berat, seperti uranium-235, menjadi inti-inti lebih kecil setelah ditembak oleh neutron.

Proses ini melepaskan energi dalam bentuk panas dan radiasi, serta memancarkan 2–3 neutron tambahan. Neutron-neutron ini memicu reaksi berantai yang terjadi sangat cepat.

Panas dari reaksi fisi digunakan untuk memanaskan air atau media pendingin hingga menghasilkan uap bertekanan tinggi.

Komponen Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memiliki tiga komponen utama:

  • Reaktor nuklir: tempat terjadinya reaksi fisi berantai yang dikendalikan secara ketat.
  • Turbin: digerakkan oleh uap bertekanan tinggi yang dihasilkan dari panas reaktor.
  • Generator: mengubah energi kinetik turbin menjadi energi listrik.

Proses ini mirip dengan pembangkit berbahan bakar fosil, tetapi sumber panasnya berasal dari reaksi nuklir, bukan pembakaran batu bara atau gas.

Baca Juga: Alternatif Pengganti Minyak Bumi, Ini yang Paling Ramah Lingkungan!

Apa Kelebihan Energi Nuklir?  

Energi nuklir memiliki beberapa keunggulan yang menjadikannya sumber energi strategis di era transisi energi.

PLTN hampir tidak menghasilkan emisi karbon selama beroperasi, sehingga menjadi salah satu teknologi listrik paling bersih.

Indonesia sendiri belum mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) untuk menghasilkan listrik. Namun, pemerintah telah mengambil langkah-langkah persiapan yang signifikan, memasukkan PLTN secara resmi ke dalam rencana energi nasional hingga tahun 2060. Proyek PLTN pertama dengan kapasitas 500 MW sedang disiapkan, dengan fokus pada penyusunan regulasi, penentuan calon lokasi, dan penjajakan kerja sama dengan investor asing. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pemanfaatannya masih dalam tahap awal, nuklir kini menjadi bagian integral dari strategi energi Indonesia untuk mencapai target energi bersih di masa depan.

Selain itu, PLTN mampu menghasilkan listrik dalam jumlah besar dan beroperasi non-stop tanpa tergantung pada cuaca seperti tenaga surya atau angin. Itulah kenapa energi alternatif ini menjadi sumber daya yang andal untuk memenuhi kebutuhan energi.

Baca Juga: Ini Pentingnya Sumber Energi Listrik Alternatif untuk Masa Depan Kita!

Risiko dan Tantangan Energi Nuklir

Meskipun energi nuklir menawarkan keunggulan seperti efisiensi dan emisi karbon rendah, tetap memiliki risiko dan tantangan besar.

Salah satu isu utama adalah potensi kecelakaan reaktor yang dapat menyebabkan pelepasan radiasi ke lingkungan, sebagaimana terjadi pada insiden Chernobyl dan Fukushima.

Dampaknya mencakup ancaman terhadap kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan yang sulit diperbaiki.

Selain itu, pengelolaan limbah radioaktif menjadi tantangan besar. Limbah bahan bakar bekas tetap sangat berbahaya dan memerlukan penyimpanan di fasilitas khusus yang aman selama ribuan tahun.

Meskipun volumenya relatif kecil dibandingkan limbah industri fosil, pengelolaannya membutuhkan teknologi tinggi, regulasi ketat, dan pengawasan jangka panjang.

Kompleksitas ini menambah beban teknis dan finansial bagi negara yang ingin mengadopsi energi nuklir.

Tantangan lainnya adalah tingginya biaya pembangunan dan waktu konstruksi yang panjang. Proyek PLTN memerlukan investasi miliaran dolar dengan rata-rata waktu pembangunan 5–10 tahun.

Baca Juga: Energi Terbaik Pengganti Bahan Bakar Fosil, Apakah Itu LNG?

LNG: Solusi Energi yang Lebih Siap

Di tengah tantangan pengembangan energi rendah emisi, Liquefied Natural Gas (LNG) muncul sebagai solusi praktis untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dalam jangka menengah.

Di Indonesia, fasilitas LNG sudah beroperasi untuk mendukung pasokan energi ke berbagai wilayah, sehingga memungkinkan pemanfaatan gas alam secara cepat tanpa menunggu pembangunan teknologi baru.

Dibandingkan dengan energi nuklir, LNG memiliki beberapa keunggulan utama:

  • Waktu pembangunan lebih singkat, kurang lebih selesai dalam 2–3 tahun.
  • Investasi awal lebih rendah
  • Fleksibilitas, dapat digunakan di pembangkit listrik, industri, dan transportasi.

Dengan keunggulan ini, LNG menjadi jembatan transisi energi yang realistis menuju masa depan energi bersih, sambil menunggu pengembangan energi terbarukan dan teknologi nuklir yang lebih luas.

Referensi:

Menguak Polusi dari Energi Fosil: Ada 5 Jenisnya!

jenis-polusi-dampak-energi-fosil

Energi fosil masih menjadi primadona sumber energi saat ini. Meski punya peran yang penting, energi ini juga menimbulkan masalah yang cukup serius, yaitu polusi.

Dampaknya tidak hanya mengganggu masalah kesehatan saja, tetapi lebih jauh lagi ada masalah ekonomi. Yuk, kita pahami dampak dari penggunaan energi fosil ini dan apa solusi terbaiknya.

Apa Itu Polusi?

Polusi adalah pelepasan zat-zat berbahaya yang mengganggu keseimbangan alam. Pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara dan minyak bumi adalah salah satu penyebab utama polusi.

Pengolahan batu bara dan minyak bumi melepaskan karbon dioksida. Gas ini dapat memerangkap panas di atmosfer, sehingga menyebabkan efek rumah kaca.

Peningkatan konsentrasi karbon dioksida mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim ekstrem.

Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga kerap menimbulkan masalah lingkungan lain, seperti tumpahan minyak yang merusak ekosistem laut.

Baca Juga: Apa Itu Dekarbonisasi dan Kenapa Penting?

5 Jenis Polusi dari Energi Fosil

Proses pembakaran batu bara dan minyak bumi dapat memicu beberapa masalah polusi. Berikut jenis-jenis polusi yang terjadi.

1. Polusi Udara

Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan berbagai zat pencemar ke udara, seperti:

  • Karbon dioksida (CO₂)
  • Karbon monoksida (CO)
  • Sulfur dioksida (SO₂)
  • Nitrogen oksida (NOx)
  • Partikulat halus (PM2.5)
  • Senyawa organik volatil (VOC)

Karbon dioksida menjadi gas rumah kaca utama penyebab pemanasan global, sementara SO₂ dan NOx berkontribusi pada hujan asam dan pembentukan kabut asap.

Partikel PM2.5 sangat berbahaya karena dapat masuk ke paru-paru hingga aliran darah, sehingga meningkatkan risiko penyakit jantung dan paru.

Baca Juga: Dampak Polusi Udara yang Paling Merugikan Tubuh dan Lingkungan

2. Polusi Air

Industri bahan bakar fosil dapat mencemari air melalui tumpahan minyak, limbah produksi, serta fenomena hujan asam yang terbentuk dari SO₂ dan NOx.

Hujan asam meningkatkan keasaman danau serta sungai, membunuh organisme air dan merusak ekosistem.

3. Polusi Tanah

Polusi tanah tidak hanya disebabkan oleh hujan asam, tetapi juga kebocoran minyak, limbah pengeboran, dan sisa pembakaran batu bara seperti abu terbang. Kontaminasi ini menurunkan kesuburan tanah dan mengganggu pertumbuhan tanaman.

4. Polusi Suara

Aktivitas pengeboran, operasi tambang, dan transportasi bahan bakar dapat menimbulkan kebisingan.

Pada satwa, polusi suara dapat menghambat komunikasi, migrasi, dan reproduksi. Pada manusia, kebisingan berlebih dapat menyebabkan stres, gangguan tidur, dan masalah kesehatan.

5. Polusi Termal

Pembangkit listrik berbahan bakar fosil menggunakan air untuk pendinginan mesin. Air ini kemudian dialirkan kembali ke perairan dengan suhu lebih tinggi.

Polusi termal ini menurunkan kadar oksigen terlarut dan mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. Dampaknya dapat memicu kematian ikan secara massal.

Baca Juga: Ini Faktanya! Kelebihan dari Energi Alternatif Dibanding Fosil

Apa Dampak Polusi dari Energi Fosil?

Penggunaan energi fosil tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan, tetapi juga menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan manusia dan stabilitas ekonomi secara global.

Menurut data Greenpeace tahun 2020, polusi udara dari bahan bakar fosil diperkirakan menyebabkan 4,5 juta kematian prematur setiap tahun. Dan sekitar 3 juta kematian disebabkan karena partikulat halus, 1 juta akibat ozon, dan lebih dari 500 ribu akibat nitrogen dioksida. Anak-anak menjadi kelompok paling rentan, mengingat sekitar 40 ribu anak meninggal sebelum usia lima tahun, serta 2 juta kelahiran prematur setiap tahunnya.

Laporan yang sama mencatat bahwa polusi dari energi fosil menimbulkan kerugian ekonomi hingga US$2,9 triliun per tahun, mencakup beban layanan kesehatan, kehilangan produktivitas akibat 1,8 miliar hari kerja yang hilang, hingga kerugian akibat bencana iklim. Jika dilihat secara geografis pun, negara dengan beban terbesar adalah China (US$900 miliar per tahun), Amerika Serikat (US$600 miliar), dan India (US$150 miliar).

Fakta di atas menegaskan bahwa polusi dari energi fosil bukan hanya ancaman lingkungan, tetapi juga krisis kesehatan masyarakat dan penghambat pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Baca Juga: Alternatif Pengganti Minyak Bumi, Ini yang Paling Ramah Lingkungan!

LNG sebagai Alternatif Bahan Bakar yang Lebih Bersih

Pembakaran batu bara dan minyak bumi bisa menimbulkan dampak lingkungan yang besar. Karena itu, diperlukan alternatif energi yang jauh lebih ramah lingkungan, seperti LNG (Liquified Natural Gas).

LNG adalah gas alam yang didinginkan hingga menjadi cair sehingga membuatnya lebih efisien untuk disimpan dan didistribusikan secara jarak jauh.

Dibandingkan batu bara dan minyak, LNG menghasilkan emisi karbon dioksida lebih rendah dan hampir tidak melepaskan sulfur dioksida maupun partikulat, yang selama ini menjadi penyebab polusi. 

Karena keunggulan inilah, LNG dianggap sebagai bahan bakar transisi menuju sistem energi yang lebih ramah lingkungan.

Referensi: