Kenalan Yuk dengan Energi Baru Terbarukan! Ini Jenis dan Manfaatnya

energi-baru-terbarukan

Kebutuhan akan energi yang terus meningkat telah mendorong kita untuk mencari sumber energi alternatif yang berkelanjutan. Salah satu opsi terbaik untuk masa depan adalah beralih ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT).

Energi ini punya potensi menggantikan energi fosil dan dinilai jauh lebih bersih emisi. Lantas, apakah saat ini siap menjadi sumber energi utama? Yuk, simak faktanya di artikel ini.

Apa Itu EBT (Energi Baru dan Terbarukan)?

EBT (Energi Baru dan Terbarukan) adalah sumber energi yang berasal dari alam maupun teknologi, di mana keduanya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Sumber energi ini punya keunggulan yang lebih ramah lingkungan dan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti energi fosil.

Singkatnya, EBT adalah dua kategori sumber energi alternatif yang meliputi:

  • Energi Baru mencakup sumber energi yang dihasilkan melalui teknologi baru, seperti energi nuklir dan hidrogen.
  • Energi Terbarukan berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbarui secara alami dan berkelanjutan.

Keunggulan energi terbarukan adalah ketersediaannya yang melimpah dan dampak lingkungannya yang relatif kecil, sehingga menjadi solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi krisis energi global.

Berikut beberapa contoh energi terbarukan:

  • Energi Surya: memanfaatkan sinar matahari untuk menghasilkan listrik atau panas.
  • Energi Angin: menggunakan kekuatan angin untuk menggerakkan turbin.
  • Energi Air: memanfaatkan aliran air dari sungai atau bendungan untuk menghasilkan listrik.
  • Energi Biomassa: berasal dari bahan organik, seperti limbah pertanian atau sampah organik.
  • Energi Panas Bumi (Geotermal): menggunakan panas dari dalam bumi untuk pembangkit listrik.
  • Energi Laut: memanfaatkan gelombang, pasang surut, atau arus laut untuk menghasilkan energi.

Dengan pemanfaatan yang tepat, EBT berpotensi besar mendukung transisi energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Baca Juga: Ini Pentingnya Sumber Energi Listrik Alternatif untuk Masa Depan Kita!

Apa Saja Manfaat Energi Baru dan Terbarukan?

Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) memberikan banyak keuntungan, baik bagi lingkungan, ekonomi, maupun kemandirian energi. Berikut beberapa manfaat utama: 

Ramah Lingkungan

Energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan hidro, memiliki emisi karbon jauh lebih rendah dibandingkan bahan bakar fosil.

Dengan mengurangi pembakaran batu bara dan minyak bumi, tentunya dapat menekan emisi gas rumah kaca yang selama ini menjadi penyebab utama perubahan iklim dan polusi udara. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan dapat menghadirkan kualitas udara, kesehatan, dan ekosistem yang lebik baik dan terjaga.

Baca Juga: Fakta Mengejutkan di Balik Biogas: Ramah Lingkungan atau Bumerang Baru?

Sumber Energi Tak Terbatas

Salah satu keunggulan utama energi terbarukan adalah sifatnya yang berkelanjutan dan tak terbatas. Sumber daya seperti matahari, angin, dan air akan selalu tersedia dan memungkinkan kita untuk memanfaatkannya secara terus-menerus tanpa khawatir kehabisan.

Ini sangat kontras dengan energi fosil, di mana sumber dayanya terbatas dan semakin menipis. Investasi pada energi terbarukan juga lebih aman untuk jangka panjang karena tidak bergantung pada harga minyak yang fluktuatif.

Meningkatkan Kemandirian Energi

Mengembangkan energi terbarukan di dalam negeri mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Hal ini tidak hanya mengurangi risiko akibat gejolak harga global, tetapi juga meningkatkan stabilitas ekonomi.

Selain itu, pengembangan EBT menciptakan lapangan kerja baru di sektor teknologi hijau, konstruksi, dan perawatan infrastruktur, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Baca Juga: Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kebutuhan Listrik di Era Modern

Tantangan Implementasi EBT

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi baru dan terbarukan, tetapi pemanfaatannya masih menghadapi berbagai hambatan.

Berikut adalah tantangan utama yang menghambat peningkatan kontribusi EBT dalam bauran energi nasional: 

Keterbatasan Infrastruktur

Pengembangan EBT memerlukan infrastruktur yang memadai, seperti jaringan transmisi dan distribusi listrik yang andal.

Saat ini, banyak pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan tenaga bayu (PLTB) berlokasi di daerah terpencil yang jauh dari pusat beban listrik, contohnya:

  • PLTS di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur.
  • PLTB Sidrap yang terletak di Kabupaten Sidenreng Rappang , Sulawesi Selatan.
  • PLTB Jeneponto, Sulawesi Selatan yang berlokasi di daerah pesisir yang jauh dari pusat industri.

Akibatnya, energi yang dihasilkan sulit disalurkan secara efisien.

Tanpa peningkatan jaringan dan teknologi pendukung, pemanfaatan potensi EBT yang melimpah di Indonesia tidak dapat optimal. Kondisi ini tentunya dapat menghambat percepatan transisi energi dan ketahanan energi nasional.

Baca Juga: 5 Tanda Pemanasan Global yang Gejalanya Makin Parah

Investasi Awal yang Tinggi

Biaya pembangunan pembangkit EBT masih relatif mahal dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil.

Meskipun biaya operasionalnya lebih rendah dalam jangka panjang, kebutuhan modal besar di awal membuat investor enggan berpartisipasi.

Selain itu, masih ada isu penetapan tarif jual listrik yang belum kompetitif dan masalah perizinan yang makin menghambat pengembangan proyek EBT.

Intermitensi Pasokan

Setiap jenis energi terbarukan memiliki karakteristik pasokan yang dipengaruhi oleh kondisi alam, sehingga menimbulkan tantangan intermitensi atau ketidakstabilan pasokan listrik, misalnya:

  • Energi Surya hanya tersedia saat matahari bersinar, sehingga produksinya menurun saat malam hari atau cuaca mendung.
  • Energi Angin bergantung pada kecepatan dan konsistensi angin.
  • Energi Air tetap rentan terhadap fluktuasi debit air akibat musim kemarau, banjir, atau perubahan iklim.
  • Energi Biomassa sangat bergantung pada ketersediaan bahan baku organik dan logistik pengumpulan yang efisien.
  • Energi Panas Bumi terbatas pada lokasi dengan potensi geotermal.
  • Energi Laut seperti gelombang dan pasang surut tergantu pada siklus bulan dan kondisi cuaca ekstrem.

Adanya ketergantungan ini menyebabkan pasokan listrik dari EBT bersifat fluktuatif dan belum sepenuhnya dapat diandalkan sebagai satu-satunya sumber energi.

Untuk mengatasi intermitensi, diperlukan teknologi pendukung seperti penyimpanan energi, smart grid, dan digitalisasi sistem kelistrikan.

Baca Juga: Catat! Ini Proses Terjadinya Pemanasan Global dari Awal hingga Dampaknya

LNG: Alternatif Energi Transisi yang Stabil dan Efisien

Liquefied Natural Gas (LNG) adalah gas alam yang didinginkan hingga mencapai suhu sekitar -162°C. Proses ini memudahkan penyimpanan dan transportasi LNG ke berbagai lokasi.

Salah satu keunggulan LNG adalah stabilitas pasokan. Berbeda dengan energi surya atau angin yang bergantung pada kondisi cuaca dan bersifat intermiten, LNG dapat disediakan secara konsisten selama 24 jam.

Hal ini menjadikannya sumber energi yang andal untuk memenuhi kebutuhan energi dasar, terutama di negara-negara yang masih dalam tahap transisi dari energi fosil ke energi terbarukan.

Dibandingkan batu bara, LNG menghasilkan emisi yang jauh lebih rendah. Hal ini membuat LNG lebih bersih dibandingkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, sehingga sering disebut sebagai energi transisi menuju sistem energi yang lebih hijau.

Dengan keunggulan dalam stabilitas pasokan dan efisiensi transportasi, LNG menjadi salah satu pilihan terbaik untuk mendukung transisi energi saat ini.

Referensi:

Konversi Energi Matahari Jadi Listrik? Begini Caranya

energi-matahari

Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, terutama energi matahari. Pemanfaatan energi ini dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan penggunaan batu bara dan minyak bumi karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca.

Namun, apakah energi surya siap menggantikan energi fosil sebagai sumber energi utama? Yuk, kita simak fakta dan tantangan yang dihadapi dalam transisi menuju energi bersih.

Apa Itu Energi Matahari?

Energi matahari adalah energi yang berasal dari radiasi sinar matahari dalam bentuk cahaya dan panas. Energi ini merupakan salah satu sumber energi terbarukan paling melimpah di Bumi.

Salah satu keunggulan utama energi matahari adalah sifatnya yang terbarukan dan ramah lingkungan. Selama matahari masih bersinar, pasokan energi ini tidak akan habis.

Pemanfaatan energi surya juga tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama pengoperasian, sehingga menjadi salah satu solusi penting dalam upaya mengurangi dampak perubahan iklim.

Baca Juga: 5 Manfaat Energi Matahari yang Tak Dimiliki Energi Fosil

Bagaimana Cara Mengonversi Energi Matahari Menjadi Listrik?

Untuk memanfaatkan sinar matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik ada prinsip yang perlu dipahami dan beberapa komponen yang perlu dipersiapkan.

Prinsip Kerja Panel Surya

Panel surya bekerja berdasarkan efek fotovoltaik, di mana energi cahaya matahari diserap oleh material semikonduktor dan mengakibatkan pelepasan elektron.

Ketika foton dari sinar matahari mengenai permukaan sel surya, energi tersebut mengganggu posisi elektron dalam atom semikonduktor, sehingga elektron bebas bergerak dan menciptakan arus listrik searah (DC).

Inilah dasar konversi energi matahari menjadi listrik yang digunakan dalam teknologi panel surya.

Komponen Utama Sistem Tenaga Surya  

Sebuah sistem tenaga surya umumnya terdiri dari beberapa komponen:

  • Panel Surya: Menangkap energi matahari dan mengubahnya menjadi listrik DC.
  • Inverter: Mengubah listrik DC menjadi listrik AC agar sesuai dengan kebutuhan peralatan elektronik.
  • Baterai: Digunakan pada sistem off-grid atau hybrid untuk menyimpan energi berlebih yang dapat digunakan pada malam hari atau saat mendung.
  • Sistem Distribusi: Menyalurkan listrik ke perangkat.

Dengan komponen ini, energi matahari dapat dimanfaatkan secara efektif untuk memenuhi kebutuhan listrik sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Baca Juga: Dampak Polusi Udara yang Paling Merugikan Tubuh dan Lingkungan

Tantangan Implementasi Energi Matahari

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi surya, tetapi pemanfaatannya masih menghadapi sejumlah tantangan, antara lain:

Ketergantungan pada Cuaca dan Lokasi

Energi surya sangat bergantung pada intensitas sinar matahari. Produksi listrik akan berhenti sepenuhnya pada malam hari. Sedangkan, saat cuaca mendung produksi listrik akan menurun sekitar 10–25% dari kapasitas normal.

Efektivitas panel surya sangat dipengaruhi oleh lokasi geografis. Meskipun Indonesia memiliki paparan sinar matahari yang baik secara umum, wilayah dengan curah hujan tinggi atau musim hujan yang panjang dapat menurunkan produksi energi.

Biaya Investasi Awal yang Tinggi

Biaya instalasi sistem tenaga surya, termasuk panel, inverter, baterai, dan pemasangan, masih menjadi penghalang.

Meskipun harga teknologi panel surya turun signifikan dalam satu dekade terakhir, modal awal tetap relatif tinggi. Kekhawatiran ini diperkuat oleh persepsi bahwa waktu pengembalian investasi (payback period) cukup lama.

Penyimpanan Energi yang Masih Terbatas

Untuk menjamin pasokan listrik di malam hari atau saat cuaca buruk, diperlukan baterai penyimpanan. Namun, teknologi baterai saat ini masih mahal, memiliki kapasitas terbatas, dan umur pakai yang belum optimal.

Mahalnya teknologi baterai ini membuat total biaya instalasi sistem energi surya menjadi lebih tinggi dan bisa menambah beban finansial bagi konsumen.

Baca Juga: Ini Pentingnya Mengurangi Emisi Karbon untuk Masa Depan Bumi

Apakah Energi Matahari Sudah Siap Menggantikan Energi Fosil?

Energi matahari sering disebut sebagai salah satu kandidat utama untuk menggantikan energi fosil. Dari sisi ketersediaan dan dampak lingkungan, energi surya jelas unggul karena bersifat terbarukan dan bebas emisi saat digunakan.

Namun, peralihan penuh dari energi fosil ke energi surya bukanlah hal yang mudah dan tidak dapat terjadi dalam waktu singkat.

Salah satu kendala utama adalah ketidakstabilan suplai. Itulah kenapa energi matahari belum siap menggantikan energi fosil karena infrastruktur dan jaringan distribusi belum mendukung sepenuhnya.

Berbeda dengan energi fosil yang dapat digunakan kapan saja, energi surya sangat bergantung pada sinar matahari.

Selain itu, skala kebutuhan energi global yang sangat besar juga menjadi tantangan. Infrastruktur energi fosil saat ini sudah mapan dan mudah diakses.

Baca Juga: Murah tapi Berisiko! Ini Kelebihan dan Kekurangan Batu Bara sebagai Energi

LNG sebagai Alternatif yang Lebih Siap Saat Ini

LNG (Liquefied Natural Gas) adalah gas alam yang didinginkan hingga menjadi bentuk cair agar mudah disimpan dan didistribusikan.

Sebagai energi alternatif, LNG saat ini jauh lebih siap dibandingkan energi terbarukan seperti energi surya. Jaringan pasokan LNG secara global sudah sangat mapan, termasuk terminal di berbagai negara dan armada kapal tanker.

Keunggulan utamanya terletak pada fleksibilitas transportasi yang memungkinkan LNG dikirim ke mana saja, berbeda dengan energi surya yang terikat pada lokasi geografis tertentu.

Secara infrastruktur dan kemampuan distribusi, LNG mampu menjadi alternatif energi fosil seperti batu bara dan minyak bumi. Itulah kenapa LNG memiliki peran strategis sebagai bahan bakar transisi.

Dibandingkan batu bara, pembakaran LNG menghasilkan emisi karbon dioksida (CO₂) yang sekitar 40–50% lebih rendah, sehingga membantu mengurangi emisi dalam jangka pendek.

Tak hanya mampu menyediakan pasokan listrik yang stabil, LNG juga dinilai lebih bersih sebagai sumber energi.

Referensi:

Proses Refinery: Begini Cara Ubah Minyak Mentah Jadi BBM

proses-refinery

BBM (Bahan Bakar Minyak) punya peran penting dalam industri, transportasi, hingga rumah tangga. Namun, sebelum siap digunakan, bahan bakar ini harus melewati proses panjang dan kompleks di fasilitas yang dikenal sebagai refinery atau kilang minyak.

Mau tahu seperti apa prosesnya dan apa saja produk yang dihasilkan selain BBM? Yuk, simak artikel ini.

Apa Itu Refinery?

Refinery adalah fasilitas untuk mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk siap pakai dengan nilai jual lebih tinggi.

Minyak mentah yang baru dipompa dari bumi belum bisa dimanfaatkan secara langsung, sehingga perlu melalui pemisahan, pemurnian, dan perubahan molekul hidrokarbon.

Fungsi utama refinery adalah sebagai “jantung” industri energi, memastikan pasokan bahan bakar yang stabil untuk transportasi, industri, dan rumah tangga.

Seiring waktu, kilang minyak berkembang dari unit distilasi sederhana menjadi fasilitas modern yang kompleks. Awalnya fokus pada produksi minyak tanah, kini teknologi kilang modern mampu mengolah minyak mentah lebih efisien dan menghasilkan berbagai produk yang beragam.

Baca Juga: Ini Faktanya! Kelebihan dari Energi Alternatif Dibanding Fosil

Bagaimana Proses Refinery Minyak Mentah?

Sebelum bisa digunakan, minyak mentah ini perlu diolah melalui serangkaian proses yang panjang dan kompleks untuk menghasilkan berbagai produk tersebut. Berikut tahapan proses yang perlu dilalui:

Distilasi Fraksionasi

Distilasi adalah proses memisahkan fraksi-fraksi berat seperti minyak pelumas. Fraksi berat ini memiliki titik didih yang sangat tinggi pada tekanan atmosfer, umumnya sekitar 375–400°C, sehingga pemanasan langsung dapat merusak molekul hidrokarbon.

Untuk menghindari kerusakan ini, distilasi dilakukan di bawah tekanan rendah menggunakan pompa vakum. Dengan menurunkan tekanan, titik didih senyawa ikut turun, sehingga fraksi berat dapat diuapkan dan dipisahkan tanpa mencapai suhu yang terlalu tinggi.

Proses ini memungkinkan diperolehnya produk yang tidak bisa dihasilkan melalui distilasi atmosferik. Hasilnya berupa minyak pelumas, lilin, dan residu yang kemudian diolah menjadi produk bernilai tinggi, seperti minyak pelumas mesin, gemuk, dan bahan baku industri petrokimia.

Baca Juga: Deforestasi Menggila! 7 Dampaknya yang Mengancam Kita Semua

Konversi Minyak Mentah

Proses konversi bertujuan mengubah fraksi minyak berat menjadi produk yang lebih ringan dan bernilai tinggi, seperti bensin. Ada tiga teknik di tahap ini:

  • Cracking
  • Reforming
  • Alkilasi

Cracking adalah memecah molekul hidrokarbon besar menjadi molekul lebih kecil. Teknik ini dapat dilakukan secara termal (menggunakan panas dan tekanan tinggi) atau katalitik (menggunakan katalis untuk menurunkan suhu dan meningkatkan selektivitas).

Reforming mengubah molekul nafta lurus (parafin) menjadi molekul bercabang (isoparafin) dan senyawa aromatik. Teknik ini bertujuan meningkatkan nilai oktan bensin tanpa mengubah panjang rantai karbonnya.

Alkilasi adalah proses penggabungan molekul-molekul hidrokarbon ringan, seperti isobutana dan butilena, menjadi molekul isoparafin yang lebih besar. Produk alkilasi memiliki nilai oktan sangat tinggi dan menjadi komponen penting dalam campuran bensin.

Pemurnian (Treating)

Pemurnian adalah proses untuk membersihkan fraksi minyak dari pengotor yang tidak diinginkan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas produk akhir dan memastikan bahan bakar atau produk petrokimia aman digunakan.

Proses pemurnian menghilangkan senyawa yang dapat menurunkan performa produk atau menimbulkan masalah, seperti bau tidak sedap, lumpur, logam, dan senyawa poliaromatik.

Baca Juga: 5 Industri Ini Sudah Move On ke LNG

Blending dan Penyimpanan

Blending adalah proses akhir dalam pengolahan minyak bumi, di mana berbagai komponen hasil distilasi, konversi, dan pemurnian dicampur dalam proporsi yang tepat.

Tujuannya adalah menghasilkan produk akhir, seperti bensin, solar, atau avtur, yang memenuhi spesifikasi kualitas ketat, termasuk nilai oktan, angka setana, tekanan uap, dan viskositas.

Untuk meningkatkan performa, digunakan aditif modern seperti MTBE, ETBE, atau alkohol, yang berfungsi sebagai penambah nilai oktan bensin.

Setelah proses blending, produk akhir disimpan di tangki besar yang dirancang untuk menjaga kualitas dan mencegah kontaminasi. Dari sini, bahan bakar didistribusikan melalui truk tangki, kereta api, atau kapal ke depot, stasiun pengisian, atau langsung ke industri.

Baca Juga: 5 Cara Hadapi Pemanasan Global untuk Selamatkan Masa Depan Bumi

Apa Saja Produk yang Dihasilkan Refinery?

Produk-produk refinery terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu produk bahan bakar transportasi dan non-BBM.

Bahan Bakar Transportasi

Produk utama dari refinery adalah bahan bakar untuk transportasi, seperti:

  • Bensin: Untuk kendaraan bermotor dengan kualitas diukur melalui nilai oktan.
  • Solar atau diesel: Digunakan pada truk, bus, dan alat berat, dengan kualitas diukur melalui angka setana.
  • Avtur: Bahan bakar pesawat jet yang memiliki standar keamanan dan performa tinggi.

Produk Non-BBM

Selain bahan bakar, kilang minyak juga menghasilkan berbagai produk non-BBM yang sangat penting bagi industri, contohnya:

  • LPG (Liquefied Petroleum Gas): Digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga (gas elpiji) dan industri.
  • Aspal: Digunakan sebagai bahan pengikat dalam konstruksi jalan dan atap.
  • Bahan petrokimia: Nafta diolah menjadi etilena, propilena, dan benzena sebagai bahan baku plastik, serat sintetis, detergen, dan pupuk.

Baca Juga: Benarkah Sektor Paling Boros Energi adalah Transportasi? Ini Faktanya

Perbedaan Refinery dengan Natural Gas Processing

Refinery mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk siap pakai seperti bensin, solar, aspal, dan LPG. Proses utamanya adalah distilasi fraksionasi, yaitu memisahkan minyak menjadi fraksi-fraksi berdasarkan titik didih, serta diikuti oleh konversi dan pemurnian untuk meningkatkan kualitas produk.

Sementara itu, natural gas processing memurnikan gas alam mentah dengan menghilangkan kotoran dan hidrokarbon non-metana. Gas yang dimurnikan dapat didistribusikan melalui pipa atau dicairkan menjadi LNG (Liquefied Natural Gas) menggunakan teknologi kriogenik pada suhu sekitar -162°C, sehingga lebih mudah diangkut.

Perbedaan utama terletak pada tujuan dan produk. Refinery memecah molekul berat minyak mentah untuk menghasilkan BBM dan produk petrokimia. Sementara, gas processing memurnikan gas dari impurities yang kemudian dapat menghasilkan produk seperti LNG setelah melalui tahap lanjutan yaitu pendinginan atau liquefaction. 

Dengan demikian, perbedaan utama antara refinery dan natural gas processing tidak hanya terletak pada proses, tetapi juga pada jenis produk akhirnya.Jika dilihat dari sisi energi bersih dan dampak lingkungan, LNG dinilai lebih ramah dibandingkan BBM hasil refinery. LNG menghasilkan emisi karbon lebih rendah saat dibakar dan lebih sedikit polutan, sehingga menjadi opsi yang lebih unggul dalam konteks transisi menuju energi yang lebih bersih.

Referensi: