Archives September 2025

Proses Refinery: Begini Cara Ubah Minyak Mentah Jadi BBM

proses-refinery

BBM (Bahan Bakar Minyak) punya peran penting dalam industri, transportasi, hingga rumah tangga. Namun, sebelum siap digunakan, bahan bakar ini harus melewati proses panjang dan kompleks di fasilitas yang dikenal sebagai refinery atau kilang minyak.

Mau tahu seperti apa prosesnya dan apa saja produk yang dihasilkan selain BBM? Yuk, simak artikel ini.

Apa Itu Refinery?

Refinery adalah fasilitas untuk mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk siap pakai dengan nilai jual lebih tinggi.

Minyak mentah yang baru dipompa dari bumi belum bisa dimanfaatkan secara langsung, sehingga perlu melalui pemisahan, pemurnian, dan perubahan molekul hidrokarbon.

Fungsi utama refinery adalah sebagai “jantung” industri energi, memastikan pasokan bahan bakar yang stabil untuk transportasi, industri, dan rumah tangga.

Seiring waktu, kilang minyak berkembang dari unit distilasi sederhana menjadi fasilitas modern yang kompleks. Awalnya fokus pada produksi minyak tanah, kini teknologi kilang modern mampu mengolah minyak mentah lebih efisien dan menghasilkan berbagai produk yang beragam.

Baca Juga: Ini Faktanya! Kelebihan dari Energi Alternatif Dibanding Fosil

Bagaimana Proses Refinery Minyak Mentah?

Sebelum bisa digunakan, minyak mentah ini perlu diolah melalui serangkaian proses yang panjang dan kompleks untuk menghasilkan berbagai produk tersebut. Berikut tahapan proses yang perlu dilalui:

Distilasi Fraksionasi

Distilasi adalah proses memisahkan fraksi-fraksi berat seperti minyak pelumas. Fraksi berat ini memiliki titik didih yang sangat tinggi pada tekanan atmosfer, umumnya sekitar 375–400°C, sehingga pemanasan langsung dapat merusak molekul hidrokarbon.

Untuk menghindari kerusakan ini, distilasi dilakukan di bawah tekanan rendah menggunakan pompa vakum. Dengan menurunkan tekanan, titik didih senyawa ikut turun, sehingga fraksi berat dapat diuapkan dan dipisahkan tanpa mencapai suhu yang terlalu tinggi.

Proses ini memungkinkan diperolehnya produk yang tidak bisa dihasilkan melalui distilasi atmosferik. Hasilnya berupa minyak pelumas, lilin, dan residu yang kemudian diolah menjadi produk bernilai tinggi, seperti minyak pelumas mesin, gemuk, dan bahan baku industri petrokimia.

Baca Juga: Deforestasi Menggila! 7 Dampaknya yang Mengancam Kita Semua

Konversi Minyak Mentah

Proses konversi bertujuan mengubah fraksi minyak berat menjadi produk yang lebih ringan dan bernilai tinggi, seperti bensin. Ada tiga teknik di tahap ini:

  • Cracking
  • Reforming
  • Alkilasi

Cracking adalah memecah molekul hidrokarbon besar menjadi molekul lebih kecil. Teknik ini dapat dilakukan secara termal (menggunakan panas dan tekanan tinggi) atau katalitik (menggunakan katalis untuk menurunkan suhu dan meningkatkan selektivitas).

Reforming mengubah molekul nafta lurus (parafin) menjadi molekul bercabang (isoparafin) dan senyawa aromatik. Teknik ini bertujuan meningkatkan nilai oktan bensin tanpa mengubah panjang rantai karbonnya.

Alkilasi adalah proses penggabungan molekul-molekul hidrokarbon ringan, seperti isobutana dan butilena, menjadi molekul isoparafin yang lebih besar. Produk alkilasi memiliki nilai oktan sangat tinggi dan menjadi komponen penting dalam campuran bensin.

Pemurnian (Treating)

Pemurnian adalah proses untuk membersihkan fraksi minyak dari pengotor yang tidak diinginkan. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas produk akhir dan memastikan bahan bakar atau produk petrokimia aman digunakan.

Proses pemurnian menghilangkan senyawa yang dapat menurunkan performa produk atau menimbulkan masalah, seperti bau tidak sedap, lumpur, logam, dan senyawa poliaromatik.

Baca Juga: 5 Industri Ini Sudah Move On ke LNG

Blending dan Penyimpanan

Blending adalah proses akhir dalam pengolahan minyak bumi, di mana berbagai komponen hasil distilasi, konversi, dan pemurnian dicampur dalam proporsi yang tepat.

Tujuannya adalah menghasilkan produk akhir, seperti bensin, solar, atau avtur, yang memenuhi spesifikasi kualitas ketat, termasuk nilai oktan, angka setana, tekanan uap, dan viskositas.

Untuk meningkatkan performa, digunakan aditif modern seperti MTBE, ETBE, atau alkohol, yang berfungsi sebagai penambah nilai oktan bensin.

Setelah proses blending, produk akhir disimpan di tangki besar yang dirancang untuk menjaga kualitas dan mencegah kontaminasi. Dari sini, bahan bakar didistribusikan melalui truk tangki, kereta api, atau kapal ke depot, stasiun pengisian, atau langsung ke industri.

Baca Juga: 5 Cara Hadapi Pemanasan Global untuk Selamatkan Masa Depan Bumi

Apa Saja Produk yang Dihasilkan Refinery?

Produk-produk refinery terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu produk bahan bakar transportasi dan non-BBM.

Bahan Bakar Transportasi

Produk utama dari refinery adalah bahan bakar untuk transportasi, seperti:

  • Bensin: Untuk kendaraan bermotor dengan kualitas diukur melalui nilai oktan.
  • Solar atau diesel: Digunakan pada truk, bus, dan alat berat, dengan kualitas diukur melalui angka setana.
  • Avtur: Bahan bakar pesawat jet yang memiliki standar keamanan dan performa tinggi.

Produk Non-BBM

Selain bahan bakar, kilang minyak juga menghasilkan berbagai produk non-BBM yang sangat penting bagi industri, contohnya:

  • LPG (Liquefied Petroleum Gas): Digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga (gas elpiji) dan industri.
  • Aspal: Digunakan sebagai bahan pengikat dalam konstruksi jalan dan atap.
  • Bahan petrokimia: Nafta diolah menjadi etilena, propilena, dan benzena sebagai bahan baku plastik, serat sintetis, detergen, dan pupuk.

Baca Juga: Benarkah Sektor Paling Boros Energi adalah Transportasi? Ini Faktanya

Perbedaan Refinery dengan Natural Gas Processing

Refinery mengolah minyak mentah menjadi berbagai produk siap pakai seperti bensin, solar, aspal, dan LPG. Proses utamanya adalah distilasi fraksionasi, yaitu memisahkan minyak menjadi fraksi-fraksi berdasarkan titik didih, serta diikuti oleh konversi dan pemurnian untuk meningkatkan kualitas produk.

Sementara itu, natural gas processing memurnikan gas alam mentah dengan menghilangkan kotoran dan hidrokarbon non-metana. Gas yang dimurnikan dapat didistribusikan melalui pipa atau dicairkan menjadi LNG (Liquefied Natural Gas) menggunakan teknologi kriogenik pada suhu sekitar -162°C, sehingga lebih mudah diangkut.

Perbedaan utama terletak pada tujuan dan produk. Refinery memecah molekul berat minyak mentah untuk menghasilkan BBM dan produk petrokimia. Sementara, gas processing memurnikan gas dari impurities yang kemudian dapat menghasilkan produk seperti LNG setelah melalui tahap lanjutan yaitu pendinginan atau liquefaction. 

Dengan demikian, perbedaan utama antara refinery dan natural gas processing tidak hanya terletak pada proses, tetapi juga pada jenis produk akhirnya.Jika dilihat dari sisi energi bersih dan dampak lingkungan, LNG dinilai lebih ramah dibandingkan BBM hasil refinery. LNG menghasilkan emisi karbon lebih rendah saat dibakar dan lebih sedikit polutan, sehingga menjadi opsi yang lebih unggul dalam konteks transisi menuju energi yang lebih bersih.

Referensi:

Air Bisa Jadi Energi? Ini Penjelasannya!

apa-itu-energi-air

Indonesia memiliki potensi energi air yang begitu melimpah. Dari derasnya aliran sungai hingga luasnya lautan, semua menyimpan kekuatan yang bisa dimanfaatkan.

Namun, mampukah potensi ini benar-benar menjadi sumber energi masa depan? Yuk, simak bagaimana peluang dan tantangan yang harus dihadapi.

Apa Itu Energi Air (Hydropower)?

Energi air atau hydropower adalah salah satu sumber energi terbarukan tertua dan paling andal bagi manusia. Energi ini memanfaatkan kekuatan air yang bergerak, baik dari sungai, air terjun, maupun gelombang laut, untuk dikonversi menjadi energi listrik.

Untuk menghasilkan listrik diperlukan tahapan transformasi dari energi kinetik atau potensial menjadi energi mekanik, dan akhirnya menjadi listrik.

Jumlah curah hujan yang mengalir ke sungai di suatu wilayah sangat menentukan ketersediaan air untuk memproduksi listrik. Karena itu, perubahan musim dan pola curah hujan sangat mempengaruhi ketersediaan energi ini.

Baca Juga: Perbedaan Energi Terbarukan dan Tak Terbarukan

Cara Kerja Energi Air Menghasilkan Listrik

Aliran air bisa menjadi listrik tentunya ada proses konversi energi dan beberapa komponen pendukung yang memungkinkan prinsip ini terjadi.

Prinsip Dasar Konversi Energi

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bekerja dengan mengubah energi potensial (dari ketinggian air) dan energi kinetik (dari aliran air) menjadi energi listrik. Semakin tinggi perbedaan ketinggian dan semakin besar debit air, maka daya yang dihasilkan juga makin besar.

Proses dimulai saat air dari waduk dialirkan melalui pipa besar bertekanan tinggi yang disebut penstock. Aliran air ini memutar turbin. Fungsi turbin untuk mengubah energi air menjadi energi mekanik.

Turbin terhubung ke generator, yang kemudian mengubah energi mekanik menjadi energi listrik. Kemudian, listrik tersebut disalurkan ke jaringan distribusi untuk digunakan.

Komponen Utama PLTA

Sebuah PLTA umumnya memiliki beberapa komponen penting:

  • Bendungan dan Waduk: Untuk menahan air dan mengatur pasokan aliran agar stabil.
  • Penstock (Pipa Tekan): Saluran yang mengarahkan air bertekanan tinggi ke turbin.
  • Turbin: Mengubah energi air menjadi energi mekanik melalui putaran.
  • Generator: Mengubah energi mekanik menjadi energi listrik.
  • Saluran Keluar (Tailrace): Mengalirkan air kembali ke sungai setelah melewati turbin.

Dengan sinergi komponen ini, energi air dapat dimanfaatkan secara efisien untuk menghasilkan listrik.

Baca Juga: 7 Dampak Deforestasi yang Mengancam Kita Semua

Apa Saja Berbagai Jenis Pemanfaatan Energi Air?

Menurut data Kementerian ESDM tahun 2023, energi air di Indonesia telah dimanfaatkan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH).

Selain itu, Indonesia juga masih memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi air lain, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (PLTPS).

Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)

PLTA skala besar menggunakan bendungan untuk membentuk waduk yang menyimpan air dalam jumlah besar, kemudian air tersebut dialirkan melalui turbin untuk menghasilkan listrik.

PLTA cocok untuk memasok energi bagi kota dan kawasan industri karena kapasitasnya besar.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH)

PLTMH beroperasi pada skala lebih kecil dibanding PLTA, biasanya tanpa bendungan besar. Sistem ini memanfaatkan aliran sungai atau saluran irigasi untuk memutar turbin mini.

Teknologi ini sangat ideal untuk daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan listrik nasional. Selain relatif murah dan ramah lingkungan, PLTMH dapat menjadi solusi energi mandiri yang berkelanjutan bagi desa atau komunitas kecil.

Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut (PLTPS)

Energi pasang surut memanfaatkan pergerakan air laut akibat siklus pasang dan surut. PLTPS umumnya dibangun di teluk atau muara dengan struktur khusus yang mengarahkan air laut melalui turbin.

Kelebihannya adalah pola pasang surut yang teratur dan dapat diprediksi, sehingga menghasilkan energi yang stabil. Akan tetapi, teknologi ini masih tergolong mahal dan hanya efektif di wilayah dengan perbedaan pasang surut yang cukup besar.

Baca Juga: Apakah Biogas Ramah Lingkungan atau Bumerang Baru?

Tantangan Implementasi Energi Air

Meskipun energi air merupakan sumber yang bersih dan berkelanjutan, penerapannya menghadapi tantangan serius yang perlu ditangani dengan cermat.

Pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), terutama skala besar, kerap menyebabkan gangguan pada ekosistem sungai seperti mengubah aliran air, merusak habitat akuatik, dan memperburuk kualitas lahan hilir.

Bahkan juga memungkinkan akan memicu relokasi masyarakat, sehingga berdampak pada struktur sosial dan warisan budaya lokal.

Di samping itu, investasi awalnya sangat tinggi dan proses konstruksi bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Pasokan energi air sangat bergantung pada iklim. Kekeringan dapat menurunkan volume air di waduk hingga mengganggu produksi listrik.

Ketergantungan seperti ini membuat energi air kurang fleksibel dalam merespons fluktuasi permintaan energi.

Baca Juga: Benarkah Sektor Paling Boros Energi adalah Transportasi? Ini Faktanya

LNG sebagai Solusi Kelemahan Energi Air

Energi air merupakan sumber daya terbarukan yang bersih, tetapi memiliki tantangan, terutama terkait pasokan karena sangat bergantung pada curah hujan dan debit sungai.

Dalam kondisi musim kering, kapasitas listrik dapat berkurang, sehingga dibutuhkan sumber energi pendukung yang stabil.

Liquefied Natural Gas (LNG) hadir sebagai solusi transisi yang dapat menjaga keandalan pasokan energi sekaligus melengkapi peran energi terbarukan.

LNG adalah gas alam yang didinginkan hingga sekitar -162°C untuk mengubahnya menjadi cairan. Bentuk cair ini membuat LNG mudah didistribusikan dan disimpan dalam jumlah besar.

Dengan dukungan infrastruktur yang sudah memadai, LNG dapat disalurkan ke berbagai wilayah, termasuk daerah yang sulit dijangkau jaringan energi lain. Keunggulan LNG terletak pada:

  • Stabilitas pasokan
  • Fleksibilitas distribusi
  • Emisi yang lebih rendah dibanding batu bara

LNG bukan sekadar energi alternatif, melainkan solusi strategis untuk masa depan energi yang lebih bersih, stabil dan efisien.

Referensi:

Mengenal Tangki Kriogenik: Backbone bagi LNG

tanki-kriogenik

Tangki kriogenik punya peran vital dalam rantai pasok LNG. Bukan hanya sekadar memastikan distribusi lancar, teknologi ini menjaga LNG tetap cair sehingga memungkinkan diangkut hingga jarak ribuan kilometer.

Itulah kenapa tangki ini menjadi kunci penting ketahanan energi global. Mau tahu kenapa fungsinya begitu krusial? Yuk, temukan jawabannya di artikel ini.

Apa Itu Tangki Kriogenik?

Tangki kriogenik adalah wadah khusus yang dirancang untuk menyimpan dan mengangkut bahan pada suhu sangat rendah, biasanya di bawah −150°C (−238°F).

Suhu sedingin ini membuat gas seperti nitrogen, oksigen, argon, helium, atau LNG (Liquefied Natural Gas) berada dalam bentuk cair, sehingga volumenya jauh lebih kecil dan mudah diangkut.

Proses mengubah gas menjadi cair tidak terjadi di dalam tangki, melainkan di fasilitas pencairan khusus. Setelah gas menjadi cair, tangki kriogenik bertugas mempertahankan suhu dan tekanan yang sesuai agar cairan tersebut tidak menguap kembali.

Untuk menghadapi suhu ekstrem, dinding tangki dibuat dari material tahan suhu rendah seperti baja tahan karat, baja paduan 9% nikel, atau aluminium alloy, dengan lapisan isolasi termal canggih di dalamnya.

Desain ini memungkinkan tangki menahan panas dari luar dan menjaga cairan kriogenik tetap stabil selama penyimpanan maupun transportasi.

Baca Juga: Potensi LNG Sebagai Bahan Bakar Kereta Api, Makin Efisien!

Bagaimana Prinsip Kerja Tangki Kriogenik?

Tangki kriogenik menyimpan cairan pada suhu sangat rendah agar tetap berada dalam fase cair. Misalnya, nitrogen cair, oksigen cair, argon cair, helium cair, atau LNG disimpan pada suhu antara −150°C hingga −269°C, tergantung jenis zatnya.

Penyimpanan dalam bentuk cair ini jauh lebih efisien dibanding bentuk gas karena volumenya menyusut hingga ratusan kali lipat.

Kunci kerja tangki kriogenik adalah meminimalkan masuknya panas dan mengendalikan tekanan di dalam tangki.

Untuk itu, tangki biasanya memiliki desain dinding ganda yang terdiri dari:

  • Dinding dalam
  • Dinding luar
  • Ruang vakum

Dinding dalam yang langsung bersentuhan dengan cairan kriogenik terbuat dari material tahan suhu rendah. Material ini umumnya dari baja yang dipadukan dengan nikel atau aluminium alloy.

Dinding luar memberikan perlindungan mekanis dari benturan atau cuaca. Kemudian, ruang antar dinding divakumkan dan sering diisi material isolator seperti perlite atau multi-layer insulation. Ruang vakum ini menghambat konduksi dan konveksi panas dari luar ke dalam.

Dengan isolasi yang baik, cairan kriogenik dapat bertahan dalam kondisi stabil selama berbulan-bulan, dengan laju penguapan (boil-off) yang sangat rendah.

Sistem ini memastikan gas tidak menguap begitu saja sebelum digunakan di industri medis, energi, atau penelitian.

Baca Juga: Dari Sampah Jadi Tenaga: 7 Jenis Limbah Organik Penghasil Energi

Apa Saja Peran Penting Tangki Kriogenik dalam LNG?

Tangki kriogenik adalah komponen vital dalam rantai pasok LNG, tugasnya tidak hanya menjaga agar LNG tetap cair dan aman selama distribusi. Inilah peran penting bagi industri LNG.

Penyimpanan LNG

Tangki kriogenik dirancang untuk menjaga LNG tetap berada dalam kondisi cair pada suhu sekitar −162°C. Pencairan LNG mengurangi volumenya menjadi hanya sekitar 1/600 dari volume gas aslinya, sehingga jauh lebih efisien untuk disimpan dalam jumlah besar.

Tangki penyimpanan LNG berkapasitas besar umumnya digunakan di kilang pencairan dan terminal penerima. Penggunaan tangki ini juga dapat menjaga laju penguapan tetap rendah.

Dengan teknologi ini, LNG dapat dipertahankan dalam kondisi cair selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Hal ini memungkinkan LNG bisa digunakan kapan pun dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi industri maupun pembangkit listrik.

Baca Juga: Fakta Mengejutkan di Balik Biogas: Ramah Lingkungan atau Bumerang Baru?

Transportasi LNG

Tangki kriogenik berperan penting dalam transportasi LNG, baik di darat maupun laut. Truk tangki kriogenik digunakan untuk distribusi jarak pendek hingga menengah, sedangkan kapal LNG carrier mengangkut LNG dalam jumlah ratusan ribu meter kubik antarnegara.

Tangki LNG di kapal atau truk dibuat dari material yang tahan suhu ekstrem. Desain ini mengurangi penguapan alami selama perjalanan, sehingga LNG tetap dalam volume optimal saat tiba di tujuan.

Distribusi dan Terminal LNG

Di terminal penerimaan LNG, tangki kriogenik berfungsi sebagai penyangga (buffer) antara pengiriman dan konsumsi.

Setelah LNG dibongkar dari kapal, cairan ini disimpan di tangki kriogenik raksasa berkapasitas ratusan ribu meter kubik.

Dari sini, LNG dipompa ke fasilitas regasifikasi, di mana suhunya dinaikkan hingga kembali menjadi gas sebelum dialirkan melalui jaringan pipa.

Terminal LNG dengan tangki kriogenik menjadi simpul penting dalam rantai pasok energi global, misalnya:

  • Menjamin pasokan stabil meskipun ada fluktuasi permintaan atau jadwal pengiriman.
  • Memungkinkan impor LNG bagi negara yang tidak memiliki cadangan gas alam.
  • Mendukung diversifikasi sumber energi dan meningkatkan ketahanan energi nasional.

Selain terminal darat (onshore terminal), ada juga Floating Storage Regasification Unit (FSRU) yang berfungsi sebagai terminal terapung.

Baca Juga: 5 Manfaat Energi Matahari yang Tak Dimiliki Energi Fosil

Jenis Tangki Kriogenik untuk LNG

Tangki kriogenik LNG umumnya dibedakan berdasarkan cara penahan beban dan posisi penempatannya. Berikut beberapa jenis yang umum digunakan.

Single Containment Tank (SCT)

SCT adalah jenis tangki LNG yang paling umum karena murah dan cepat dibangun. Memiliki lapisan dalam berbahan paduan nikel untuk menahan suhu kriogenik, serta lapisan luar baja karbon untuk menampung uap bertekanan rendah.

Meski efisien secara biaya, SCT tidak memiliki penahan sekunder internal sehingga kebocoran bisa langsung melepaskan uap ke lingkungan.

Baca Juga: Ini Perbedaan Nyata Energi Terbarukan vs Tak Terbarukan

Double Containment Tank (DCT)

DCT adalah pengembangan SCT dengan tambahan dinding luar tanpa atap yang berfungsi menahan tumpahan LNG. Jenis ini mampu memberikan perlindungan ekstra dan ketahanan lebih baik terhadap gangguan eksternal.

Full Containment Tank (FCT)

FCT adalah tangki LNG paling aman karena lapisan luar dan atapnya mampu menahan tumpahan sekaligus uap gas alam. Namun, di sisi lain juga ada kekurangannya seperti FCT memiliki biaya konstruksi tertinggi dan waktu pembangunan terlama.

Baca Juga: Ini Kelebihan dan Kekurangan Batu Bara sebagai Energi

Above-ground & In-ground Tank

Tangki above-ground dibangun di atas permukaan tanah dan merupakan pilihan paling umum karena konstruksinya lebih sederhana dan biaya pembangunan yang relatif rendah.

Jenis ini banyak digunakan di fasilitas LNG skala besar seperti:

  • Qatar LNG Plant (Ras Laffan)
  • Gorgon LNG Project (Australia)
  • Sabine Pass LNG Terminal (Amerika Serikat)

Sebaliknya, in-ground tank ditanam di bawah permukaan tanah dan dilengkapi dengan tiga lapisan pelindung untuk menahan tekanan, suhu ekstrem, dan guncangan.

Desain ini memberikan perlindungan tambahan terhadap gempa bumi dan potensi serangan eksternal, sehingga cocok untuk wilayah rawan bencana. Contoh penerapannya antara lain:

  • Tokyo Gas LNG Terminal (Jepang)
  • KOGAS LNG Terminal (Korea Selatan)
  • Taiwan LNG Terminal (Taichung)

Tangki kriogenik bukan sekadar wadah saja, tetapi tulang punggung yang menjaga dan mendistribusikan LNG tetap aman dan siap digunakan kapan saja.

Hadirnya teknologi ini memastikan energi mengalir tanpa henti, mendukung ketahanan energi sekaligus membuka jalan bagi perdagangan energi global yang lebih andal.

Referensi: