Mengenal Lebih Luas Carbon Credits dan Bedanya Dengan Carbon Trading

PGN LNG Indonesia
Agustus 30, 2023
arti-carbon-credit

Pernahkah Anda terpikir bahwa krisis iklim yang saat ini terjadi adalah akibat dari pembuangan gas rumah kaca (greenhouses gas) yang berlebihan? Agar pembuangan gas ini tidak berlebihan maka pembuangan karbon harus diatur. Itulah mengapa ada istilah yang namanya carbon credits

Emisi yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia ini harus ditekan dan dikendalikan, sehingga nantinya tidak terjadi krisis iklim atau yang biasa dikenal dengan global warming. Bahkan saat ini, menurut  Antonio Guterres selaku Sekretaris Jenderal Persatuan Bangsa Bangsa pada 1 Juli 2023, istilah global warming tidak lagi sesuai dan digantikan dengan global boiling karena kenaikan suhu bumi yang ekstrem dan dinilai telah melampaui fase global warming.  Maka dari itu, ada kuota emisi yang harus diatur untuk mencegah tingkat kerusakan lebih lanjut lagi serta memperbaiki kondisi lingkungan dan iklim hingga nanti. 

Mengenal Arti Carbon Credits 

Dari sedikit gambaran di atas, tahukah Anda apa yang dimaksud dengan carbon credits? Carbon credits merupakan sebuah perizinan untuk suatu perusahaan agar bisa membuang karbon dioksida atau emisi dengan kadar tertentu disesuaikan dengan aturan yang berlaku. 

Izin ini biasanya diberikan dalam bentuk sertifikat. Dengan memiliki izin carbon credit, maka perusahaan dibolehkan membuang emisi hingga 1 ton kadarnya. Mungkin banyak dari Anda yang bertanya, mengapa pembuangan emisi ini butuh izin? 

Atmosfer bumi saat ini kondisinya semakin buruk karena banyaknya jumlah emisi karbon yang dibangun akibat aktivitas manusia. Diberlakukannya perizinan untuk membuang emisi dilakukan agar atmosfer bumi tidak semakin parah dan iklim dunia bisa berangsur membaik. Itulah mengapa dibuat aturan untuk izin pembuangan emisi ini. 

Perbedaan Carbon Credits dan Carbon Trading

Dalam pembahasan carbon credits, ada pula istilah lain yang bernama carbon trading atau perdagangan emisi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memperjualbelikan carbon credit guna memenuhi target pengurangan emisi. Berikut gambaran bagaimana carbon trading bekerja:

  • Perusahaan A:
    • Target Pengurangan Emisi: 1000 ton CO₂ per tahun
    • Pengurangan Emisi Aktual: 1200 ton CO₂ per tahun
    • Kredit Karbon yang Dimiliki: 200 ton CO₂
  • Perusahaan B:
    • Target Pengurangan Emisi: 1000 ton CO₂ per tahun
    • Pengurangan Emisi Aktual: 800 ton CO₂ per tahun
    • Kebutuhan Kredit Karbon: 200 ton CO₂

Dalam contoh ini, Perusahaan A bisa menjual 200 ton carbon credit  yang mereka miliki ke Perusahaan B, memungkinkan kedua perusahaan untuk memenuhi target pengurangan emisi mereka.

Kegiatan carbon trading biasa terjadi pada negara berkembang dan negara industrial. Karena umumnya negara berkembang memiliki lahan hijau yang lebih banyak untuk menyerap karbon. 

Sedangkan sebagai negara industri, umumnya emisi karbon yang harus dibuang sangat banyak bahkan melebihi carbon credits yang sudah didapatkan.

Poin perbedaan antara carbon credits dan carbon trading adalah pada objek dan aktivitas. Carbon credit adalah objek dari izin yang diberikan pada perusahaan dan carbon trading adalah kegiatan penjualan carbon credit dari suatu perusahaan ke perusahaan lain.

Untuk perhitungan carbon credits sendiri biasanya dilihat dari jumlah emisi karbon yang diminimalisir. Namun sayangnya, hingga kini negara Indonesia masih belum memiliki parameter khusus dalam menghitung carbon credit yang semestinya.

Strategi Mengurangi Emisi Karbon Selain Melalui Carbon Credits

Setidaknya ada 4 jenis strategi yang dapat membantu mengurangi emisi karbon di luar adanya carbon credits, di antaranya:

1. Penerapan CCUS

Strategi pertama yang telah disusun adalah rencana penerapan CCUS. CCUS adalah Carbon Capture, Utilization and Storage. Penerapan CCUS ini dimaksudkan untuk menaikkan tingkat produksi minyak dan gas. 

Selain itu penerapan ini juga akan bermanfaat untuk menyimpan potensi munculnya emisi CO2. Adapun langkah yang dilakukan untuk menerapkan CCUS ini sudah dilakukan uji coba. Beberapa tempat yang digunakan untuk uji coba ini adalah Lapangan Sukowati, Gundih  dan Tangguh. 

Uji coba ini akan dilakukan secara bertahap dimulai dari Lapangan Gundih yang rencananya akan dilaksanakan di tahun 2024/2025. Pada uji coba pertama ini diperkirakan sudah ada 3 juta CO2 yang tersimpan selama 10 tahun. 

Sedangkan tahap uji coba selanjutnya secara berurutan dilakukan di Lapangan Sukowati, kemudian barulah di Lapangan Tangguh. 

2. Pembatasan routine flaring

Strategi yang kedua ini telah tercatat dalam aturan pemerintah, tepatnya aturan tentang ESDM tahun 2021 nomor 17 yang berisi tentang proses penggunaan gas suar dalam kegiatan bisnis minyak dan gas. 

Dalam aturan yang sudah tertuang ini, terdapat batasan flaring terhadap lapangan minyak yang memiliki routine flaring selama 6 bulan dengan jumlah maksimal 2 MMSCFD. Batasan ini berlaku untuk kondisi operasi normal. 

Sedangkan lapangan gas routine flaring mencapai tingkat maksimal harian 2% feed gas hingga 6 bulan lamanya. Batasan yang diberikan pada strategi ini melihat pads fakta penggunaan routine flaring. Dengan begitu kini aktivitas pengelolaan minyak gas tidak diperbolehkan ada routine flaring

Selain itu pada strategi ini telah diatur kewajiban untuk membuat perencanaan terkait memanfaatkan gas suar di lapangan baru, kerja sama untuk mengelola gas suar, pembuatan konsep laporan yang komprehensif, hingga kewajiban menerapkan sanksi dan penghargaan. 

3. Mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi

Liquefied natural gas atau LNG adalah salah satu gas bumi yang pemanfaatannya dapat menjadi salah satu solusi pengurangan emisi karbon dalam penggunaan transportasi dan aktivitas industri

4. Penurunan emisi metana

Strategi terakhir yang dibentuk sebagai solusi emisi karbon adalah kegiatan untuk menurunkan emisi metana. 

Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan strategi ini adalah dengan melakukan identifikasi mitigasi metana secara valid. Hal ini sesuai dengan pernyataan pemerintahan yang mana menyatakan bahwa Indonesia berpotensi membangun data inventory Gas Rumah Kaca (GRK) yang andal. 

Selain itu transfer teknologi dari negara maju juga bisa dilakukan untuk mengurangi emisi ini. Kemudian pedoman terkait pengukuran dan kalkulasi emisi GRK dan flaring juga perlu dikembangkan. 

Didukung dengan adanya target net zero emission yang ingin diwujudkan di tahun 2060, pemakaian LNG dan pemanfaatan carbon credits dapat menjadi beberapa strategi jitu guna mengendalikan atau mengurangi emisi karbon. 

Itulah penjelasan seputar apa itu carbon credits hingga strategi yang dapat dilakukan guna mengurangi emisi karbon selain penggunaan carbon credits