Sudah bukan rahasia lagi kalau pembakaran batu bara menghasilkan emisi sulfur dioksida (SO₂) dalam jumlah tinggi. Karena emisi ini berdampak negatif bagi kesehatan, lingkungan, dan kualitas udara, tentu diperlukan solusi untuk mengendalikan polusi tersebut.
Salah satu teknologi yang paling umum digunakan untuk menekan emisi SO₂ adalah Flue Gas Desulfurization (FGD).
Teknologi ini telah menjadi standar baru dalam pengendalian polusi udara di pembangkit batu bara modern. Namun, di balik manfaatnya, FGD juga menyimpan sisi gelap yang perlu diperhatikan lebih serius.
Apa Itu Flue Gas Desulfurization (FGD)?
Flue Gas Desulfurization (FGD) adalah teknologi pengendalian emisi yang berfungsi menghilangkan sulfur dioksida (SO₂) dari gas buang hasil pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara.
Teknologi ini telah lama digunakan pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan berbagai fasilitas industri besar lainnya sebagai upaya memenuhi standar kualitas udara.
Penerapan FGD dipicu oleh regulasi udara bersih yang mewajibkan industri mengendalikan polutan SO₂ sebelum gas buang dilepaskan ke atmosfer.
Baca Juga: Ini Kelebihan dan Kekurangan Batu Bara sebagai Energi
Mengapa FGD Diperlukan di Industri Energi?
Penerapan Flue Gas Desulfurization penting di industri energi karena sulfur dioksida (SO₂) yang dihasilkan dari pembakaran batu bara dapat menimbulkan dampak serius bagi kesehatan dan lingkungan.
Saat SO₂ bereaksi di atmosfer, gas ini membentuk asam sulfat yang kemudian turun sebagai hujan asam. Kondisi tersebut dapat merusak ekosistem air, tanah, dan hutan, serta mempercepat korosi pada bangunan dan infrastruktur.
Untuk mencegah dampak tersebut, FGD digunakan sebagai teknologi pengendalian emisi yang mengurangi kadar SO₂ sebelum gas buang dilepaskan ke udara.
Teknologi ini telah menjadi standar pada pembangkit listrik tenaga batu bara modern di berbagai negara untuk memenuhi regulasi kualitas udara yang semakin ketat.
Baca Juga: Apa Pilihan Ideal Pengganti Batu Bara?
Bagaimana Prinsip Kerja Flue Gas Desulfurization?
Prinsip kerja Flue Gas Desulfurization berbasis wet limestone, jenis FGD yang paling umum, adalah memanfaatkan reaksi kimia antara gas buang yang mengandung SO₂ dengan sorben berbasis basa.
Secara umum, prosesnya berlangsung sebagai berikut:
- Gas buang panas dari boiler dialirkan menuju unit FGD.
- Gas buang tersebut kemudian dikontakkan dengan larutan batu kapur (CaCO₃) atau kapur tohor (CaO).
- SO₂ bereaksi dengan sorben dan oksigen, menghasilkan kalsium sulfit yang selanjutnya teroksidasi menjadi gipsum (CaSO₄·2H₂O).
- Produk gipsum dipisahkan untuk pengolahan lebih lanjut, sedangkan gas yang telah dibersihkan dilepaskan melalui cerobong.
Proses ini secara efektif mengurangi kandungan SO₂ dalam gas buang, sehingga emisi yang dilepas ke atmosfer lebih aman dan sesuai dengan standar lingkungan.
Baca Juga: Manfaat Batu Bara dan Risikonya, Ini Faktanya!
Apa Saja Jenis-jenis Sistem FGD?
Sistem FGD dikembangkan dalam berbagai tipe untuk menyesuaikan kebutuhan operasional, efisiensi, dan ketersediaan sumber daya di setiap fasilitas.
Secara umum, tiga jenis sistem FGD yang banyak digunakan adalah:
- Wet FGD: Menggunakan slurry batu kapur, punya efisiensi tinggi dan mampu menurunkan SO₂ lebih dari 90%.
- Dry & Semi-dry FGD: Memakai sorben kering/semikering, cocok untuk fasilitas skala kecil–menengah atau area minim air.
- Seawater FGD: Menggunakan alkalinitas air laut tanpa bahan kimia dan ideal untuk PLTU di wilayah pesisir.
Seberapa Ampuh FGD dalam Menekan Emisi?
Flue-gas desulfurization, terutama versi basah (wet FGD), terbukti sangat efektif menurunkan emisi SO₂.
Menurut data U.S. Environmental Protection Agency (EPA) sistem basah biasanya mencapai pengurangan emisi di kisaran 90–99%, sehingga menjadi pilihan utama untuk pembangkit listrik berbahan bakar fosil.
Sementara, sistem dry dan semi-dry menawarkan keunggulan biaya modal dan kebutuhan air yang lebih rendah, tetapi efisiensinya sedikit lebih rendah dibanding wet FGD.
Baca Juga: Contoh Energi Listrik dan Pemanfaatannya
Apa Dampak Positif FGD bagi Lingkungan dan Industri?
Flue Gas Desulfurization memberikan sejumlah manfaat penting bagi lingkungan dan industri, terutama dalam pengendalian emisi sulfur dari pembangkit berbahan bakar fosil.
Tiga dampak positif utamanya meliputi:
- Menurunkan pencemaran udara: FGD mengurangi emisi SO₂, menekan risiko hujan asam, dan membantu meningkatkan kualitas udara.
- Mendukung kepatuhan lingkungan: Membantu industri memenuhi standar emisi dan memperkuat praktik operasi yang bertanggung jawab.
- Menghasilkan produk samping bernilai: FGD menghasilkan gipsum yang dapat dimanfaatkan kembali di industri semen atau konstruksi.
Apa Sisi Gelap Flue Gas Desulfurization?
Meskipun punya peran penting dalam menekan emisi, di sisi lain FGD juga menyisakan hal yang perlu mendapat perhatian serius.
Biaya Investasi dan Operasional yang Tinggi
Sistem FGD memerlukan investasi awal (capital cost) yang sangat besar. Selain itu, biaya operasional dan perawatan juga tidak sedikit.
Sistem FGD basah dapat menyerap sekitar 1–5% dari total daya listrik yang dihasilkan oleh pembangkit. Beban biaya ini seringkali sulit dipenuhi oleh pembangkit skala kecil atau perusahaan di negara berkembang.
Baca Juga: Jenis Bahan Bakar Fosil dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Produksi Limbah dan Dampak Sekunder
Proses FGD menghasilkan limbah berupa slurry, gipsum, dan residu sorben yang termasuk dalam kategori Coal Combustion Residuals (CCR). Meskipun sebagian gipsum dapat dimanfaatkan kembali, sisa material yang tidak terpakai tetap harus dikelola dengan pengawasan ketat.
Limbah FGD berpotensi menimbulkan risiko pencemaran jika tidak ditangani dengan benar karena dapat mengandung klorida, logam berat, dan padatan tersuspensi.
Konsumsi Air dan Energi
Sistem FGD basah memerlukan pasokan air yang relatif besar karena digunakan untuk pembentukan slurry dan proses penyerapan SO₂, sehingga tidak semua wilayah cocok untuk sistem ini.
FGD juga menambah beban energi pada pembangkit (parasitic load), terutama pada sistem basah yang membutuhkan pompa, agitator, dan peralatan tambahan lainnya. Beban ini sedikit mengurangi efisiensi listrik bersih yang dihasilkan.
Baca Juga: Energi Terbarukan vs Tak Terbarukan, Ternyata Ini Bedanya!
Bagaimana Masa Depan FGD di Era Transisi Energi?
Masa depan FGD kemungkinan berubah seiring pergeseran dari batu bara ke energi yang lebih bersih atau gas. Dengan meningkatnya adopsi gas bumi, termasuk LNG (Liquefied Natural Gas), kebutuhan akan FGD untuk mengendalikan polusi sulfur dari pembakaran batu bara bisa berkurang.
LNG menawarkan emisi sulfur, partikel, dan polutan udara lain jauh lebih rendah dibanding batu bara, sehingga pembangkit berbasis gas tidak memerlukan FGD.
Namun, peran FGD tidak serta-merta hilang secara global. Banyak pembangkit batu bara masih beroperasi, dan FGD tetap relevan sebagai teknologi pengendalian polutan lokal agar kualitas udara tetap terjaga.
Di banyak tempat, regulasi lingkungan dan kebutuhan polusi udara menjadikan FGD sebagai bagian penting dari operasi batu bara modern.
Dengan demikian, FGD dan LNG mewakili dua fase berbeda dalam transisi energi: FGD sebagai solusi end-of-pipe pada era batu bara dan LNG sebagai jembatan menuju era energi rendah karbon.
Referensi:
- ScienceDirect. Diakses Tahun 2025. Flue Gas Desulfurization
- ScienceDirect. Diakses Tahun 2025. Influence of gas components on removal of SO2 from flue gas in the semidry FGD process with a powder–particle spouted bed
- EPA. Diakses Tahun 2025. Air Pollution Control Technology Fact Sheet
- Kementerian ESDM. Diakses Tahun 2025. Kurangi Emisi, PLTU Sumsel 8 Gunakan Teknologi Flue Gas Desulphurization