Geothermal: Solusi Hijau atau Masih Punya Risiko Tersembunyi?

Web Editor
18/09/2025
geothermal

Di tengah tuntutan global akan energi bersih, energi panas bumi (geothermal) hadir sebagai salah satu solusi potensial untuk menjawab tantangan tersebut.

Namun, apakah beralih ke energi ini merupakan pilihan yang bijak atau justru menyimpan risiko? Yuk, kita bahas lebih dalam.

Apa Itu Energi Panas Bumi?

Energi panas bumi (geothermal energy) adalah sumber energi terbarukan yang berasal dari panas alami di dalam bumi.

Panas ini bersumber dari kombinasi panas sisa pembentukan bumi, aktivitas tektonik, serta peluruhan radioaktif mineral di mantel dan kerak bumi. Panas bumi dapat ditemukan dalam bentuk uap, air panas, atau batuan panas di bawah permukaan tanah.

Indonesia terletak di jalur Cincin Api Pasifik, itulah kenapa memiliki potensi panas bumi yang sangat besar. Kondisi geologis ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan cadangan energi panas bumi terbesar di dunia.

Keunggulan energi ini adalah pasokan yang stabil sepanjang tahun dan tidak terpengaruh oleh kondisi cuaca. Tak hanya itu saja, emisi gas rumah kacanya sangat rendah dibandingkan pembangkit berbahan bakar fosil.

Baca Juga: Mengenal Bio LNG: Pengertian, Kelebihan, Manfaat, dan Cara Pembuatan

Bagaimana Potensi Geothermal di Indonesia?

Indonesia memiliki sumber daya panas bumi yang melimpah. Potensi ini tidak hanya menjadikan Indonesia pemain kunci di kancah global, tetapi juga memainkan peran vital dalam strategi energi nasional.

Cadangan Energi Panas Bumi Nasional

Indonesia menyandang status sebagai salah satu negara dengan cadangan energi panas bumi terbesar dunia. Menurut data Kementerian ESDM, estimasi potensi panas bumi mencapai  23,6 GW yang tersebar di 362 titik.

Hingga tahun 2024, Indonesia telah mengoperasikan pembangkit listrik panas bumi (PLTP) dengan kapasitas terpasang sekitar 2,6 GW. Pencapaian ini menjadikan Indonesia sebagai produsen listrik panas bumi terbesar kedua di dunia.

Peran Strategis dalam Supply Energi

Energi panas bumi memainkan peran vital dalam mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil.

Sebagai sumber energi terbarukan yang andal, energi geothermal mampu menyuplai listrik secara konsisten tanpa terpengaruh oleh kondisi cuaca, berbeda dengan tenaga surya atau angin.

Data dari Kementerian ESDM tahun 2024 menunjukkan bahwa pangsa energi panas bumi kini mencapai sekitar 5,3% dari total bauran energi nasional. Itu artinya geothermal punya kontribusi dalam memperkuat ketahanan energi dan mendukung jalannya transisi ke energi rendah karbon.

Baca Juga: Berkenalan dengan Apa Itu PLTS dan Prinsip Kerjanya

Apa Saja Tantangan dalam Implementasi Geothermal?

Meskipun potensi panas bumi begitu besar di Indonesia, tetap saja ada tantangan dalam pengembangannya mulai dari isu sosial, pendanaan, hingga penyesuaian teknologi.

Tantangan Teknis dan Lingkungan

Pengembangan geothermal sangat membutuhkan dana besar, terutama di tahap eksplorasi yang memiliki risiko tinggi.

Meski pemerintah dan lembaga internasional menyediakan fasilitas bantuan seperti blended finance dan pinjaman, ketidakpastian tarif dan proses perizinan yang panjang tetap menjadi hambatan besar.

Sementara itu, Indonesia belum memiliki teknologi turbin geothermal lokal sehingga masih bergantung pada impor. Hal ini juga yang membuat pelaksanaan proyek jadi makin mahal.

Banyak kawasan geothermal berada di zona konservasi yang sensitif. Akses dan pembangunan proyek sering menyebabkan kerusakan ekosistem. Ditambah lagi adanya potensi penolakan dari masyarakat yang membuat proyek menjadi terhambat.

Tantangan Distribusi Energi Geothermal

Sebagian besar potensi panas bumi Indonesia berada di daerah terpencil dengan medan berat dan minim infrastruktur, sehingga mobilisasi peralatan dan pembangunan fasilitas pendukung memerlukan biaya besar.

Ketimpangan jaringan listrik antar wilayah juga membatasi distribusi energi secara merata. Selain itu, dibutuhkan investasi besar untuk membangun jalur transmisi yang menghubungkan sumber geothermal ke pusat konsumsi.

Kombinasi faktor ini membuat distribusi energi panas bumi memerlukan strategi terpadu yang mencakup peningkatan akses, penguatan jaringan listrik, dan pendanaan infrastruktur.

Baca Juga: Mengenal HSE dan K3, Prosedur Keselamatan di Lingkungan Kerja

LNG sebagai Alternatif yang Lebih Siap dalam Transisi Energi

Ada beberapa faktor yang membuat LNG (Liquefied Natural Gas) dinilai sebagai opsi realististis dalam transisi menuju energi bersih.

Mengapa LNG Saat Ini Lebih Siap dari Geothermal?

LNG tampil lebih siap sebagai energi transisi karena infrastruktur globalnya sudah matang. Misalnya sudah tersedia fasilitas likuefaksi, armada kapal tanker LNG, serta terminal regasifikasi yang menjamin pasokan fleksibel dan responsif terhadap permintaan global.

Terbangunnya infrastruktur ini memungkinkan perdagangan dan distribusi skala besar melalui laut, lalu disalurkan ke konsumen melalui pipa atau truk.

Sebaliknya, pengembangan geothermal membutuhkan investasi besar dan waktu panjang karena tergantung lokasi geologis yang umumnya berada di daerah terpencil. Karena itu, infrastruktur pembangkit harus dibangun dari nol dengan tantangan teknis dan logistik yang kompleks.

LNG menawarkan fleksibilitas distribusi yang jauh lebih baik. Setelah dicairkan, LNG bisa diangkut ke terminal mana pun, lalu didistribusikan secara langsung. Sementara itu, listrik dari geothermal hanya memungkinkan disalurkan ke lokasi yang dekat sumber produksi.

Baca Juga: Mengapa Harus Beralih ke Energi Hijau? Ini Dampaknya Bagi Masa Depan Bumi

Peran LNG dalam Menjembatani Menuju Energi Bersih

LNG dianggap sebagai jembatan transisi menuju energi bersih karena mampu menghasilkan emisi karbon dioksida sekitar 50% lebih rendah dibandingkan batubara, serta hampir tidak melepaskan partikel pencemar udara.

Itu artinya LNG adalah alternatif terbaik dibanding bahan bakar fosil saat ini. Dengan memanfaatkan LNG memungkinkan pengurangan penggunaan batubara secara bertahap, sekaligus memberikan waktu untuk pengembangan penuh energi terbarukan seperti geothermal.

Referensi: