Industri pelayaran dunia menyumbang sekitar 90% volume perdagangan global, sekaligus menjadi salah satu penyumbang utama emisi sulfur.
Untuk menekan polusi udara dan melindungi kesehatan manusia serta ekosistem laut, International Maritime Organization (IMO) memperkenalkan regulasi besar yang dikenal sebagai IMO 2020.
Kebijakan ini tidak hanya menjadi tonggak penting dalam regulasi lingkungan maritim, tetapi juga mengubah lanskap energi laut dengan mendorong penggunaan bahan bakar rendah sulfur.
Lantas, apakah Liquefied Natural Gas (LNG) benar-benar menjadi jawaban atas tantangan regulasi tersebut? Temukan jawabannya di artikel ini.
Apa Itu IMO 2020?
IMO 2020 adalah regulasi global yang diterbitkan oleh International Maritime Organization (IMO) tentang mengurangi polusi udara dari kapal, terutama emisi sulfur oksida (SOₓ) yang berasal dari pembakaran bahan bakar laut (marine fuel oil).
Lembaga ini bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang bertanggung jawab atas keselamatan dan pengelolaan dampak lingkungan dari sektor pelayaran internasional.
Mulai 1 Januari 2020, batas maksimum kandungan sulfur dalam bahan bakar kapal diturunkan dari 3,50% menjadi 0,50% (massa per massa), sebagaimana diatur dalam MARPOL Annex VI, Regulation 14.
Aturan ini berlaku bagi semua kapal yang beroperasi di perairan internasional di luar Emission Control Areas (ECA), wilayah tertentu yang memiliki batas sulfur lebih ketat, yaitu 0,10%.
Baca Juga: Jenis Bahan Bakar Fosil dan Dampaknya Terhadap Lingkungan
Apa Tujuan Utama IMO 2020?
Fokus utamanya adalah mengurangi emisi sulfur oksida (SOₓ) dari bahan bakar kapal. Gas ini merupakan salah satu penyebab utama hujan asam dan pembentukan partikel halus (PM2.5) di atmosfer yang berisiko tinggi bagi kesehatan paru-paru dan jantung.
Penerapan batas maksimum sulfur 0,50% sejak 1 Januari 2020 diproyeksikan dapat menurunkan emisi SOₓ global hingga 77%, setara dengan sekitar 8,5 juta metrik ton per tahun.
Manfaatnya tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi manusia. Kebijakan ini diperkirakan mencegah ratusan ribu kematian prematur setiap tahun, terutama di wilayah pesisir yang padat aktivitas pelayaran.
Baca Juga: Contoh Energi Tak Terbarukan yang Perlu Diketahui
Apa Dampak IMO 2020 terhadap Industri?
Kepatuhan terhadap IMO 2020 tentu membawa konsekuensi terhadap perusahaan pelayaran dan industri karena mereka perlu melakukan perubahan dan juga investasi baru.
Bagi Perusahaan Pelayaran
Untuk mematuhi regulasi IMO 2020, perusahaan pelayaran memiliki beberapa opsi teknis. Salah satu yang paling umum adalah beralih ke bahan bakar rendah sulfur, seperti Low Sulphur Fuel Oil (LSFO) dengan kadar sulfur sekitar 0,5%.
Langkah ini memang praktis, tetapi meningkatkan biaya operasional, karena harga LSFO umumnya lebih mahal 20–50% dibandingkan High Sulphur Fuel Oil (HSFO) yang sebelumnya digunakan secara luas.
Alternatif lainnya adalah dengan memasang sistem pembersihan gas buang (scrubber). Teknologi ini memungkinkan kapal tetap menggunakan bahan bakar sulfur tinggi, sambil menghilangkan sulfur dari gas buang sebelum dilepaskan ke udara.
Meskipun dapat memberikan efisiensi ekonomi dalam jangka panjang, biaya instalasi scrubber tidaklah kecil, berkisar antara US$2 juta hingga US$5 juta per kapal.
Bagi Industri Energi
Pemberlakuan batas sulfur 0,5% memicu lonjakan permintaan mendadak terhadap Very Low Sulphur Fuel Oil (VLSFO) dan Marine Gas Oil (MGO).
Kilang yang memiliki teknologi desulfurisasi dan hydrocracking canggih menjadi pihak yang paling diuntungkan dari transisi ini karena mampu menghasilkan bahan bakar yang sesuai regulasi dengan efisien.
Perubahan besar ini juga mendorong pola perdagangan baru antara produsen minyak, trader energi, dan pelabuhan utama yang kini berperan sebagai pusat distribusi bahan bakar rendah sulfur global.
Baca Juga: Macam-macam Energi Alternatif dan Contohnya
Apakah LNG Solusi IMO 2020?
Ya, Liquefied Natural Gas (LNG) merupakan salah satu solusi paling efektif untuk mematuhi regulasi IMO 2020, sekaligus menawarkan keunggulan lingkungan jangka panjang bagi industri pelayaran.
Kandungan sulfur dalam LNG hampir nol, jauh di bawah batas maksimum 0,5% m/m yang ditetapkan oleh IMO.
Dengan demikian, kapal berbahan bakar LNG dapat langsung memenuhi regulasi tanpa perlu memasang scrubber yang mahal atau berisiko menghasilkan limbah tambahan.
Selain itu, LNG juga mengurangi emisi nitrogen oksida (NOx) hingga 90% dan menghilangkan hampir seluruh partikel padat (PM), menjadikannya bahan bakar ideal untuk dioperasikan di Emission Control Areas (ECA) yang menerapkan standar emisi lebih ketat.
Implementasi IMO 2020 menjadi titik balik besar bagi industri pelayaran, mendorong adopsi bahan bakar rendah emisi seperti LNG.
Meskipun masih menghasilkan CO₂ dan menghadapi tantangan “methane slip”, LNG tetap menjadi bahan bakar transisi utama menuju masa depan maritim yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Referensi:
- International Maritime Organization. Diakses Tahun 2025. IMO 2020 – cleaner shipping for cleaner air
- Xeneta. Diakses Tahun 2025. IMO 2020: Scrubbers vs. LSFO
- Tandfonline. Diakses Tahun 2025. An analysis of available solutions for commercial vessels to comply with IMO strategy on low sulphur
- Theicct. Diakses Tahun 2025. The Climate Implications of Using LNG as a Marine Fuel
- Econnect Energy. Diakses Tahun 2025. How do IMO 2020 regulations impact the LNG market?