Indonesia memiliki potensi energi angin yang besar, terutama di kawasan timur seperti Sulawesi, Nusa Tenggara, dan sebagian Jawa.
Potensi ini kini mulai diwujudkan melalui pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang sudah beroperasi di beberapa wilayah, seperti PLTB Sidrap dan PLTB Jeneponto di Sulawesi Selatan.
Kehadiran energi angin memberi angin segar bagi transisi energi nasional, karena menambah pilihan sumber energi bersih di luar batu bara dan minyak bumi.
Namun, apakah energi angin sudah cukup kuat untuk menggantikan dominasi energi fosil? Mari kita ungkap faktanya lebih dalam.
Apa Itu Energi Angin?
Energi angin, atau yang juga dikenal sebagai energi bayu, merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang punya potensi menjanjikan.
Sederhananya, energi angin berasal dari pergerakan massa udara di atmosfer yang terjadi karena pemanasan matahari yang tidak merata di permukaan bumi. Perbedaan suhu dan tekanan udara ini menimbulkan aliran udara dan menyimpan energi kinetik dalam jumlah besar.
Energi kinetik tersebut kemudian dikonversi menjadi energi listrik melalui turbin angin, yaitu perangkat yang memanfaatkan kekuatan angin untuk memutar bilah dan menggerakkan generator.
Proses ini menghasilkan listrik bersih tanpa menghasilkan emisi karbon. Itulah kenapa energi angin sebagai pilar penting dalam menuju sistem energi bersih berkelanjutan.
Baca Juga: Energi Terbarukan vs Tak Terbarukan: Ternyata Ini Bedanya!
Bagaimana Cara Kerja Energi Angin?
Proses konversi energi angin menjadi listrik dilakukan melalui Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), yang berpusat pada mekanisme turbin angin berukuran besar.
Ketika angin bertiup, bilah-bilah turbin (rotor) menangkap energi kinetik dari aliran udara dan mulai berputar. Putaran lambat ini diteruskan ke poros utama, kemudian ke gearbox yang berfungsi mempercepat rotasi hingga ratusan kali lipat.
Energi mekanik hasil rotasi ini selanjutnya digunakan untuk memutar generator. Kemudian, terciptalah energi listrik.
Listrik yang dihasilkan selanjutnya dialirkan ke transformator untuk dinaikkan tegangannya sebelum disalurkan ke jaringan listrik nasional.
Seluruh proses ini berlangsung tanpa pembakaran bahan bakar fosil, sehingga menghasilkan listrik tanpa emisi karbon langsung.
Baca Juga: Macam-macam Energi Alternatif dan Contohnya
Energi Angin vs Fosil dalam Pasokan Energi Nasional Indonesia
Energi angin di Indonesia menyimpan potensi cukup tinggi. Namun, dalam bauran energi nasional apalah sudah mampu menyaingi energi fosil, inilah data perbandingannya.
Kontribusi Energi Angin
Kementerian ESDM mencatat bahwa total potensi energi angin nasional mencapai sekitar 154,6 GW, yang terdiri atas potensi onshore sebesar 60,4 GW dan offshore sebesar 94,2 GW.
Namun, realisasi kapasitas terpasang untuk pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) hingga tahun 2024 masih sangat terbatas, yakni baru mencapai sekitar 152,3 MW.
Dalam bauran energi primer nasional, ESDM tidak merinci kontribusi masing-masing jenis energi terbarukan, termasuk angin.
Meski demikian, data resmi menunjukkan bahwa bauran energi primer dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) secara keseluruhan mencapai 14,65% pada tahun 2024, yang di dalamnya mencakup energi angin.
Baca Juga: Penyebab Emisi Karbon dan Cara Menguranginya
Kontribusi Energi Fosil
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM tahun 2024, bauran energi primer nasional masih didominasi oleh energi fosil, dengan rincian sebagai berikut:
- Batubara: 40,37%
- Minyak bumi: 28,82%
- Gas bumi: 16,17%
Pada sektor ketenagalistrikan, laporan ESDM tahun 2024 menunjukkan bahwa total kapasitas pembangkit listrik terpasang di Indonesia mencapai sekitar 100,69 GW.
Dari jumlah tersebut, sekitar 85% berasal dari pembangkit berbahan bakar fosil, seperti PLTU batubara, PLTG (gas), dan PLTD (diesel/minyak).
Hal ini menegaskan bahwa ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil masih sangat tinggi, meskipun upaya transisi menuju energi bersih terus diupayakan oleh pemerintah.
Dengan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kontribusi energi angin terhadap bauran energi nasional masih sangat kecil dan sejauh ini belum menjadi salah satu sumber utama pembangkit listrik nasional.
Baca Juga: Energi Terbaik Pengganti Bahan Bakar Fosil, Apakah Itu LNG?
Apa Keunggulan Energi Angin Dibandingkan Fosil?
Energi angin memiliki keunggulan besar yang menjadikannya salah satu pilar utama masa depan energi bersih.
Energi angin tidak menghasilkan emisi karbon langsung selama beroperasi. Turbin angin menghasilkan listrik tanpa pembakaran bahan bakar, sehingga tidak melepaskan gas rumah kaca (GRK) maupun polutan udara seperti sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NOx).
Karena bersumber dari angin yang terus bergerak secara alami, energi ini bersifat terbarukan dan tidak akan habis.
Selain itu, biaya operasional jangka panjangnya jauh lebih rendah dibanding pembangkit berbahan bakar fosil. Setelah instalasi awal, turbin angin tidak memerlukan bahan bakar dan minim biaya perawatan.
Baca Juga: 5 Manfaat Energi Matahari yang Tak Dimiliki Energi Fosil
Apa Kekurangan Energi Angin?
Di balik potensinya yang besar, energi angin juga memiliki sejumlah tantangan yang masih membatasi percepatan adopsinya secara global.
Turbin angin hanya dapat beroperasi secara optimal di lokasi dengan kecepatan angin yang stabil dan memadai. Artinya, tidak semua wilayah cocok untuk pembangunan PLTB.
Energi angin bersifat tidak konstan, artinya ketika angin melemah, produksi listrik menurun drastis. Hal ini membuat PLTB sulit berperan sebagai sumber energi beban dasar (baseload) tanpa dukungan teknologi lain.
Pembangunan PLTB memerlukan modal besar di tahap awal, mulai dari pengadaan turbin, konstruksi menara dan fondasi, hingga koneksi ke jaringan transmisi listrik.
Baca Juga: Nuklir untuk Energi, Jalan Menuju Kemajuan atau Penuh Risiko?
Bagaimana Peran LNG dalam Menutup Keterbatasan Energi Angin?
Salah satu tantangan terbesar dalam pemanfaatan energi angin adalah ketidakstabilan pasokan listrik saat angin tidak bertiup.
Kondisi ini menuntut kehadiran sumber energi baseload yang stabil dan fleksibel, di sinilah Liquefied Natural Gas (LNG) memainkan peran penting.
LNG menjadi solusi ideal untuk menyeimbangkan sistem energi berbasis terbarukan. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) berbahan bakar LNG dapat berfungsi sebagai peaker plant atau back-up power, yang mampu beroperasi dengan cepat ketika produksi listrik dari PLTB atau PLTS menurun drastis.
Fleksibilitas ini menjadikan LNG sebagai mitra strategis bagi energi terbarukan dalam menjaga keandalan pasokan listrik nasional.
Selain kemampuannya untuk menjaga stabilitas sistem, LNG juga menawarkan keunggulan lingkungan yang signifikan dibandingkan bahan bakar fosil padat seperti batu bara:
- Emisi CO₂ lebih rendah, sehingga berkontribusi pada target pengurangan gas rumah kaca nasional.
- Emisi sulfur (SOx) dan partikulat hampir nol, yang berarti tidak menimbulkan polusi udara.
Di Indonesia, infrastruktur LNG terus berkembang pesat. Pembangunan fasilitas Floating Storage Regasification Unit (FSRU) dan terminal regasifikasi di berbagai wilayah semakin mempermudah distribusi gas ke pembangkit listrik maupun sektor industri.
Dengan segala keunggulannya, LNG menjadi pilihan transisi energi yang paling realistis. Integrasi antara energi angin dan LNG dapat menciptakan sistem energi yang lebih bersih, fleksibel, dan berkelanjutan, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap batu bara.
Referensi:
- Kementerian ESDM. Diakses Tahun 2025. Saatnya Kembangkan PLTB di Indonesia
- Kementerian ESDM. Diakses Tahun 2025. Semester I Tahun 2025, Kapasitas Terpasang Pembangkit Meningkat 4,4 GW
- Kementerian ESDM. Diakses Tahun 2025. Terbitkan HEESI 2024, Kementerian ESDM Tegaskan Pentingnya Data Energi Terpadu
- Renewable Energy Indonesia. Diakses Tahun 2025. Kapasitas Pembangkit Listrik EBT Capai 13.155 MW Pada 2023
- IEA. Diakses Tahun 2025. Global renewable capacity is set to grow strongly, driven by solar PV
- Genienergi. Diakses Tahun 2025. Peran Gas Alam dalam Transisi Energi Indonesia